WAHANANEWS.CO, Jakarta - Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, kembali menegaskan komitmennya dalam memberantas korupsi.
Ia menegaskan bahwa tidak akan ada toleransi bagi para pelaku korupsi karena tindakan tersebut tidak hanya merugikan rakyat tetapi juga merusak integritas bangsa.
Baca Juga:
Prabowo Luncurkan Mekanisme Baru, Tunjangan Guru ASN Daerah Kini Lebih Cepat dan Transparan
Pernyataan tersebut disampaikan Prabowo dalam pidatonya saat menghadiri peluncuran mekanisme baru pembayaran tunjangan guru ASN daerah langsung ke rekening guru di Plaza Insan Berprestasi, Kemendikdasmen, Jakarta Pusat, pada Kamis (13/3/2025).
Sebagai bagian dari komitmennya, ia menyatakan akan mengalokasikan anggaran untuk membangun penjara dengan sistem pengamanan ketat.
Prabowo mengungkapkan bahwa penjara khusus bagi koruptor itu akan dibangun di sebuah pulau terpencil.
Baca Juga:
Pengelolaan Sampah Jadi Prioritas, Pemerintah Siapkan Strategi Komprehensif
Langkah ini bertujuan untuk mencegah mereka melarikan diri dengan cara-cara licik.
"Saya akan bangun penjara yang sangat kokoh, di sebuah pulau yang mereka tidak bisa keluar malam hari," ujar Prabowo.
"Kalau keluar, mereka langsung ketemu sama hiu," tegasnya, disambut tepuk tangan para menteri dan tamu undangan.
Desak Hukuman Berat bagi Koruptor
Prabowo sebelumnya juga menyampaikan ketegasannya terhadap korupsi dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) RPJMN 2025-2029 di Kantor Bappenas pada Senin (30/12/2024).
Ia menegaskan bahwa praktik mark-up proyek, penyelundupan, dan manipulasi anggaran harus dihentikan karena sangat merugikan negara.
Menurutnya, aparat pemerintah memiliki peran krusial dalam memastikan pengelolaan anggaran yang transparan dan bebas korupsi.
Ia menyoroti pentingnya penerapan teknologi digital, seperti e-katalog dan e-government, untuk meminimalisir celah korupsi dalam birokrasi.
"Penggelembungan anggaran itu sama saja dengan merampok uang rakyat. Kalau proyek nilainya 100 juta, ya 100 juta. Jangan digelembungkan jadi 150 juta," tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Prabowo juga meminta agar vonis terhadap koruptor mencerminkan rasa keadilan masyarakat. Ia menyinggung vonis ringan terhadap pelaku korupsi yang merugikan negara dalam jumlah besar.
"Sudah jelas kerugian ratusan triliun, tapi vonisnya ringan. Ini menyakiti rasa keadilan rakyat," katanya.
Prabowo pun menanyakan langkah Kejaksaan Agung dalam menyikapi vonis tersebut dan meminta agar hukuman bagi koruptor ditingkatkan hingga 50 tahun penjara.
Hukuman Harvey Moeis Diperberat
Publik baru-baru ini dikejutkan dengan vonis ringan terhadap Harvey Moeis, pelaku korupsi tata niaga timah yang merugikan negara hingga Rp 300 triliun.
Awalnya, ia hanya dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara, namun keputusan banding memperberat hukumannya menjadi 20 tahun.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta, Teguh Harianto, menegaskan bahwa perbuatan Harvey sangat melukai hati rakyat, terutama di tengah kesulitan ekonomi.
"Perbuatan terdakwa sangat menyakiti rakyat. Saat ekonomi sulit, ia malah melakukan tindak pidana korupsi," ujar Hakim Teguh dalam sidang, Kamis (13/2/2025).
Selain hukuman 20 tahun penjara, Harvey juga dikenai denda Rp 1 miliar dengan hukuman tambahan delapan bulan jika tidak dibayarkan.
Hukuman pidana pengganti yang semula Rp 210 miliar pun diperberat menjadi Rp 420 miliar. Jika dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap ia tidak membayar, asetnya akan disita negara.
Jika asetnya tidak mencukupi, ia harus menjalani tambahan hukuman 10 tahun penjara.
"Menghukum uang pengganti Rp 420 miliar," kata Hakim Teguh.
Harvey Moeis Disebut Aktor Utama Korupsi Timah
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta menilai Harvey sebagai aktor utama dalam skandal korupsi tata niaga komoditas timah.
Ia berperan sebagai penghubung antara penambang ilegal di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk dengan perusahaan-perusahaan smelter ilegal.
Hakim menegaskan bahwa keputusannya untuk memperberat hukuman Harvey didasarkan pada besarnya dampak yang ditimbulkan oleh kejahatannya, termasuk kerugian negara mencapai Rp 309 triliun.
Jaksa penuntut umum sebelumnya telah mengajukan banding atas vonis 6,5 tahun yang dianggap terlalu ringan dan tidak mencerminkan peran Harvey sebagai inisiator utama dalam kasus ini.
Kini, dengan hukuman yang lebih berat, publik menilai keadilan mulai ditegakkan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]