WAHANANEWS.CO, Jakarta - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali jadi sorotan publik setelah Badan Gizi Nasional (BGN) menutup lebih dari seratus dapur penyedia makanan akibat pelanggaran serius terhadap standar kebersihan dan keamanan pangan.
Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang mengungkapkan, hingga Selasa (21/10/2025) sebanyak 112 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) resmi ditutup karena terbukti melanggar standar operasional prosedur (SOP) yang dapat mengancam keselamatan penerima manfaat MBG.
Baca Juga:
Publik Menanti Transparansi, Menkes Pastikan Data Keracunan MBG Sudah Dicatat
"Ada 112 yang sudah ditutup per hari ini. Dari 112 itu, yang menyatakan siap dibuka lagi 13, tapi nanti kita mau cek lagi. Nah, nanti kalau yang ditutup ini kemarin bermasalah, kemudian dikasih izin lagi untuk buka, tentu dengan syarat dia sudah punya sertifikasi yang telah ditetapkan," ujar Nanik usai menghadiri acara satu tahun capaian Kementerian Koordinator Bidang Pangan di Jakarta, Selasa.
Ia menegaskan, ada tiga jenis sertifikasi wajib yang harus dimiliki setiap SPPG agar dapat beroperasi sesuai aturan, yaitu Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS), Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP), dan sertifikasi halal.
Selain tiga sertifikasi utama itu, kata Nanik, pihaknya juga mewajibkan SPPG untuk memiliki sertifikasi air bersih serta memastikan dapur memenuhi petunjuk teknis terbaru.
Baca Juga:
Prabowo Panggil Menteri dan Panglima Bahas Program Nasional dan Tragedi Ponpes Ambruk
"Dapurnya juga harus sesuai dengan petunjuk teknis, karena masih banyak dapur yang ruang untuk pemorsiannya itu belum pakai pendingin, dan sekarang harus berpendingin, karena kalau tidak, itu berpotensi untuk membuat makanan cepat basi," ujarnya.
Menurut Nanik, saat ini hanya 35 dapur yang telah memiliki SLHS, sebab sebagian besar berasal dari rumah makan atau restoran yang memang sudah beroperasi sebelum bergabung dalam program MBG.
"Sekarang kan jumlah SPPG ada 12.510, kalau dulu memang tidak mengharuskan SLHS karena BGN punya standardisasi sendiri, tetapi sekarang, setelah ada kejadian (keracunan) itu kan harus ada SLHS, karena ada yang tidak menjalankan SOP, misalnya masaknya terlalu dini, kemudian ada juga yang ternyata belum mencuci ompreng pakai steamer (pemanas) dan belum disterilisasi kalau setelah dicuci," paparnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan atau Zulhas menegaskan bahwa insiden keracunan yang terjadi dalam pelaksanaan MBG tidak boleh dipandang sebatas angka statistik.
Ia menilai perlu dilakukan pembenahan tata kelola menyeluruh dari pusat hingga ke daerah.
"Bukan soal angka, karena tidak boleh ada satu pun anak kita yang mendapatkan masalah. Ada Keputusan Presiden lima hari yang lalu, saya sebagai ketua tim akan melakukan koordinasi antardaerah, nanti MBG kita bagi penyelenggara yang dipimpin BGN, ada pengawasan yang punya kaki sampai ke desa, itu Kementerian Kesehatan lewat puskesmas, dan Kementerian Dalam Negeri lewat Dinas Kesehatan," ujar Zulhas.
Ia menambahkan, tata kelola MBG harus terus disempurnakan untuk memastikan program berjalan aman dan tepat sasaran hingga mencapai target 82,9 juta penerima manfaat pada 26 Maret 2026.
"Pada 26 Maret itu kita targetkan dapat mencapai 82,9 juta penerima manfaat dengan nol risiko," kata Zulhas menegaskan.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]