WAHANANEWS.CO, Jakarta - Isu keterlibatan anggota DPRD dalam pengelolaan dapur makan bergizi gratis (MBG) menyeruak dan menuai kritik tajam.
Meski tidak ada aturan hukum yang melarang, namun langkah itu dinilai melabrak etika karena membuat pengawas sekaligus menjadi eksekutor program.
Baca Juga:
Dari Teguran ke Perkelahian, Ini Kronologi Ributnya Dua Legislator Medan
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai jika benar ada keterlibatan legislator, maka hal tersebut mencederai prinsip tata kelola pemerintahan sekaligus semakin meruntuhkan kepercayaan publik pada parlemen.
“Saya kira ini salah satu hal yang bikin DPR/DPRD sulit mendapatkan kepercayaan rakyat. Mereka selalu saja berupaya untuk melibatkan diri pada sesuatu yang seharusnya tidak patut,” ujar Lucius, Minggu (14/9/2025).
Lucius menegaskan, dalih tidak adanya larangan hukum bukan alasan yang dapat membenarkan praktik tersebut. Dalam sistem pemerintahan, anggota DPR dan DPRD punya tugas pokok sebagai regulator, legislator, sekaligus pengawas kebijakan.
Baca Juga:
Kades Kohod Siap Bayar Denda Rp48 Miliar, Anggota DPR Heran: Dari Mana Uangnya?
“Melibatkan diri sebagai eksekutor dalam proyek seperti MBG jelas menyalahkan prinsip tata kelola. Bagaimana bisa pengontrol justru menjadi eksekutor?” ucapnya.
Ia mengingatkan, jika fungsi pengawasan dan eksekusi melebur dalam satu tangan, maka potensi konflik kepentingan dan penyimpangan makin besar karena parlemen kehilangan posisi netral sebagai pengontrol kebijakan.
“Pelibatan diri anggota DPRD dalam proyek dapur MBG jelas merugikan kebijakan Presiden. Ini merusak citra proyek MBG karena sejak awal membuka ruang bagi terjadinya penyimpangan,” tegas Lucius.