WahanaNews.co, Jakarta - Tindakan penyebaran informasi pribadi secara tidak bertanggung jawab, atau doxing, terhadap jurnalis dapat menjadi ancaman serius bagi kualitas informasi publik dan kebebasan pers. Selain itu, doxing termasuk tindak pidana dan melanggar hak asasi manusia.
Peneliti dan pengajar kajian media Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (Fikom Unpad), Justito Adiprasetio, menjelaskan bahwa demokrasi membutuhkan media, jurnalisme, dan jurnalis yang dapat memberikan informasi akurat kepada audiens.
Baca Juga:
Ketum PWI Pusat Hendry Ch Bangun: Pers Harus Berwawasan Kebangsaan dan Menjaga Integritas di Era Post-Truth
Jurnalis berperan penting dalam membangun narasi yang mudah dipahami mengenai situasi tertentu. Sebagai pilar penyedia informasi akurat dan terpercaya, jurnalis kerap menghadapi berbagai risiko dalam menjalankan tugas mereka, salah satunya adalah doxing.
Dikutip dari Cambridge Dictionary, doxing adalah tindakan menyebarkan informasi pribadi seseorang di internet tanpa izin, seperti nama, alamat, dan informasi pribadi lainnya.
Armando dan Soeskandi (2023) menjelaskan bahwa doxing bertujuan untuk mengintimidasi dan mengancam korban. Sementara itu, Lisa Bei Li (2020) menilai bahwa doxing merupakan bentuk perisakan atau bullying daring. Justito menilai bahwa tindakan doxing terhadap jurnalis dapat mengancam keselamatan mereka dan menghalangi mereka menjalankan tugas jurnalistiknya.
Baca Juga:
Seminar PWI Pusat, Pers Kawal Pilkada Serentak 2024 Secara Menyeluruh
"Khususnya dapat mengurangi kualitas informasi yang tersedia bagi masyarakat. Pada jangka menengah dan panjang, doxing dapat mengakibatkan self-censorship, menciptakan rasa takut, dan mengintimidasi jurnalis untuk tidak melaporkan isu-isu sensitif atau kontroversial berikutnya," ujar Justito pada Rabu (26/6/2024).
Intimidasi kepada jurnalis melalui doxing juga dapat mendorong terhambatnya kemampuan masyarakat untuk terlibat dalam debat yang terbuka dan informatif.
Bahkan, tindakan doxing juga dapat merusak kebebasan pers. Justito juga menilai bahwa doxing sebagai tindakan yang melanggar hak asasi manusia (HAM), juga dapat mengancam keselamatan jurnalis.
"Setiap orang, termasuk jurnalis pada dasarnya memiliki hak untuk merasa aman dan terlindungi dari penyalahgunaan informasi pribadi mereka. Melindungi jurnalis dari doxing ini penting untuk memastikan bahwa jurnalis dapat terus memainkan peran penting dan menjadi bagian dari 4th Estate [pilar keempat demokrasi]," ujar Justito.
Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bayu Wardhana menilai bahwa doxing merupakan perbuatan kriminal, sehingga tergolong sebagai tindakan pidana. Oleh karena itu, siapapun tidak boleh melakukan doxing.
"Ini bukan hanya soal jurnalis atau berita, siapapun tidak boleh melakukan doxing," ujar Bayu pada Rabu (26/6/2024).
Bayu menyoroti soal penegakan hukum yang masih lemah, sehingga tindakan doxing terus terjadi. Mekanisme Pelaporan Keberatan atas Berita Justito menilai bahwa upaya jurnalis untuk menjembatani peristiwa dengan narasi yang mudah dicerna audiens memang kerap memiliki risiko, misalnya narasi tidak benar-benar komprehensif, keterbatasan kata atau berita, atau perspektif yang terbangun pada setiap berita.
Menurutnya, keberatan atas berbagai bentuk kekurangan dalam penyampaian informasi oleh media massa dapat melalui mekanisme hak jawab dan hak koreksi, yang telah diatur Undang-Undang (UU) Nomor 40/1999 tentang Pers. Hak jawab diberikan kepada pihak yang merasa dirugikan oleh suatu pemberitaan.
Sedangkan hak koreksi diberikan kepada setiap orang untuk menuntut perbaikan atas pemberitaan yang sudah dilakukan.
"Pengaduan ke Dewan Pers merupakan solusi ketika hak jawan dan koreksi tidak memberikan hasil yang memuaskan," ujar Justito. Bayu juga menjelaskan bahwa masyarakat yang keberatan atas suatu berita dapat melapor ke Dewan Pers, selaku lembaga independen yang bertugas menyelesaikan pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers. "Nanti diproses kasus atau sengketa pers, diselesaikan dengan mediasi atau arbitrase Dewan Pers," ujar Bayu.
[Redaktur: Andri Frestana]