WAHANANEWS.CO, Jakarta - Satu tahun pemerintahan berjalan, publik langsung menyorot tajam arah kebijakan Kabinet Merah Putih.
CELIOS merilis survei nasional yang menjadi alarm keras bagi Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Baca Juga:
Usai Bertemu Jokowi, Prabowo Kumpulkan Sejumlah Tokoh di Kertanegara
Lembaga ini dikenal sebagai pusat kajian independen yang berbasis data untuk mengawal kebijakan publik dan memantau kinerja pejabat negara.
Survei satu tahun ini disusun untuk melihat apakah janji kampanye berubah menjadi kinerja nyata atau sekadar retorika politik.
Direktur Kebijakan Publik CELIOS, Media Wahyudi Askar, menegaskan bahwa survei ini bukan opini lembaga.
Baca Juga:
Pertemuan Jokowi–Prabowo di Rumah Kertanegara Bikin Publik Bertanya-Tanya
Ia menekankan bahwa seluruh angka adalah suara publik yang dikumpulkan melalui metodologi riset yang terstruktur.
“Urgensi dari evaluasi kinerja pemerintah dalam satu tahun ini pada dasarnya adalah untuk melihat capaian dan tantangan di empat sektor utama, yaitu ekonomi, sosial politik, hukum, dan hak asasi manusia,” ujarnya pada Minggu (19/10/2025).
Ia menjelaskan, survei ini bertujuan menciptakan cermin bagi pemerintah agar tidak terjebak dalam zona nyaman kekuasaan.
Nama Bahlil Lahadalia muncul sebagai pejabat dengan penilaian kinerja paling buruk dalam survei tersebut.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral itu mencatat nilai minus 151 yang membuatnya menempati posisi teratas dalam daftar menteri yang dinilai layak di-reshuffle.
“Peringkat pertama yang harus di-reshuffle itu adalah Pak Bahlil,” tegas Media Wahyudi Askar.
Posisi berikutnya ditempati Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana dengan nilai minus 81 dan Menteri HAM Natalius Pigai yang meraih minus 79.
Urutan selanjutnya adalah Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni yang memperoleh minus 56.
Lalu ada Menteri Kebudayaan Fadli Zon dengan minus 36 dan Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana yang mendapat minus 34.
Disusul Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan dengan minus 22.
Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan Budiman Sudjatmiko mencatat minus 14.
Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto meraih minus 10.
Terakhir, Menteri Agraria dan Tata Ruang Nusron Wahid mendapatkan minus 7.
CELIOS merinci bahwa survei dilakukan terhadap 1.338 responden dengan penyebaran demografis dari desa hingga pusat kota.
Sebanyak 120 jurnalis dari 60 media nasional juga dilibatkan untuk memberikan perspektif profesional lintas bidang.
Pengumpulan data berlangsung pada 30 September hingga 13 Oktober 2025 dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif.
Dari hasil tabulasi, 29 persen responden memberi nilai 1 dari skala 10 terhadap kinerja pemerintahan.
Sebanyak 14 persen memberi nilai 2 dan 20 persen memberi nilai 3.
Hanya 2 persen responden yang memberi nilai 8 dan 1 persen memberi nilai 9.
Tidak ada satu pun responden yang memberikan nilai sempurna 10.
Penegakan hukum dan HAM menjadi sektor dengan catatan kinerja paling lemah dengan 19 persen responden menyatakan tidak puas.
Isu lingkungan menyusul dengan 17 persen, lalu ekonomi dan pendidikan masing-masing 14 persen.
Sektor kesehatan dan sosial masing-masing dinilai lemah oleh 11 persen responden.
Infrastruktur dan pertanian masing-masing mencatat 7 persen penilaian buruk.
Peneliti CELIOS Galau D. Muhammad menyebut hasil survei ini sebagai “rapor merah” bagi pemerintah.
“Warna merah melambangkan rapor merah gitu ya, jadi tidak ada cara lain untuk kemudian Pak Prabowo tidak berhenti di titik ini, harus melakukan evaluasi total, melakukan reshuffle kabinet, melakukan nomenklatur kementerian ini pangkas, dan merefleksikan dari data ini, publik menunggu,” ujarnya pada wartawan, Minggu (19/10/2025).
Ia menilai, pembenahan kabinet menjadi langkah krusial untuk memulihkan kepercayaan publik.
Struktur kabinet yang dinilai terlalu gemuk dengan sekitar 140 pejabat publik dianggap menghambat efisiensi dan kecepatan kerja.
Sebanyak 96 persen pakar yang disurvei menyatakan setuju perlunya pergantian menteri.
Dan 98 persen menyatakan nomenklatur kementerian perlu dipangkas agar lebih fokus dan tajam.
Secara rata-rata, pemerintahan Prabowo–Gibran hanya mendapat nilai 3 dari skala 10.
Angka ini turun dari evaluasi 100 hari pertama ketika Prabowo sempat memperoleh nilai 5 dan Gibran 3.
“Kalau diibaratkan nilai sekolah, angka 3 dari 10 ini jelas berada jauh di bawah standar kelulusan yang biasanya ada di kisaran 6 atau 7,” kata Media Wahyudi Askar.
CELIOS menyebut rendahnya nilai ini dipicu minimnya koordinasi antar lembaga dan lemahnya komunikasi publik pemerintah.
Hanya 1 persen responden yang menilai kinerja Prabowo–Gibran “sangat baik”.
Sementara hampir separuh responden melabeli kinerja kabinet “sangat buruk”.
CELIOS menegaskan bahwa survei ini bukan alat untuk menghakimi, tetapi bagian dari partisipasi demokratis masyarakat.
Kritik dipandang sebagai instrumen kontrol agar pemerintah tidak berjalan tanpa pengawasan publik.
Di sisi lain, lembaga survei IndoStrategi merilis daftar kementerian dengan kinerja terbaik selama satu tahun terakhir.
Metode penilaian menggunakan skala 0-5 dengan kategori 0-2 buruk, 2-4 sedang, dan 4-5 baik.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah yang dipimpin Abdul Mu’ti mencatat skor tertinggi yakni 3,35.
Posisi berikutnya adalah Kementerian Luar Negeri dengan skor 3,32 dan Kementerian Agama dengan skor 3,26.
“Kemendikdasmen dengan Menteri Abdul Mu’ti menempati posisi pertama dengan skor 3,35,” kata Direktur Riset IndoStrategi Ali Noer Zaman pada Jumat (17/10/2025).
IndoStrategi mencatat bahwa sebagian besar kementerian berada di kategori sedang.
Namun variasi skor menunjukkan ritme adaptasi yang berbeda dalam menghadapi agenda prioritas pemerintahan baru.
“Tahun pertama ini merupakan masa transisi dari pemerintahan sebelumnya menuju konsolidasi program prioritas Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran,” ujar Ali.
Inovasi Kemendikdasmen disebut menjadi alasan utama tingginya skor lembaga tersebut.
Program redistribusi guru ASN dan sistem kinerja baru tenaga pendidik dipandang menyentuh kebutuhan dasar sektor pendidikan.
Pembaruan sistem penerimaan murid baru dinilai adaptif terhadap tantangan era digital.
Ali juga menyoroti program pembelajaran berbasis deep learning dan koding sebagai langkah maju yang diapresiasi publik.
Riset IndoStrategi dilakukan awal September hingga 13 Oktober 2025 dengan metode purposive sampling terhadap 424 responden dari 34 provinsi.
Responden berasal dari kalangan guru, dosen, karyawan, aktivis, hingga pengusaha dengan latar pendidikan minimal strata satu.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]