WahanaNews.co | Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geogfisika (BMKG) menyebut Majene di Sulawesi Barat masuk kategori rawan gempa.
Daerah itu dikelilingi tiga segmen
patahan atau sesar aktif.
Baca Juga:
Gempa Besar M7,2 Guncang Xizang, Begini Penjelasan BMKG
Pada 15 Januari 2021, gempa Magnitudo
6,2 mengguncang Majene dan Mamuju, Sulbar.
Koordinator Mitigasi Gempa Bumi dan
Tsunami BMKG, Daryono, menyebut, gempa tersebut akibat aktifnya tiga segmen sesar yang
mengelilingi.
"Segmen Tengah, segmen Mamuju, dan segmen Somba," kata Daryono, pada
diskusi virtual Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI), yang disiarkan langsung di Instagram,
Sabtu (6/2/2021).
Baca Juga:
Basarnas Palu Tangani 79 Kejadian pada 2024, Kecelakaan Pelayaran Paling Dominan
Tiga sesar aktif itu, kata Daryono,
adalah bagian dari dinamika dan evolusi tektonik masa lalu.
Jauh sebelum gempa M 6,2
terjadi, Sulbar sudah punya sejarah gempa hingga tsunami dengan kekuatan yang
jauh lebih besar.
Daryono menyebut, gempa memicu tsunami di Majene dilaporkan pertama kali terjadi pada 11 April 1967.
Bencana saat itu menelan korban jiwa
hingga 58 orang.
Kemudian, 3 Februari 1969, gempa
berkekuatan 6,9 mengakibatkan 64 orang meninggal.
Gempa kembali terjadi pada 6 September
1972 dan 8 Januari 1984. Dua gempa tersebut tergolong merusak.
"Sulbar sudah punya sejarah gempa
yang jauh lebih besar lagi. Hanya katalog kita tidak tercatat, karena saat itu
memang pemerintahan kolonial masih cukup kesulitan," katanya.
Daryono menjelaskan, gempa M 6,2 yang
baru-baru ini terjadi di Sulbar, sudah diawali dengan kejadian gempa
pendahuluan berkekuatan M 5,3 pada 7 November 2020.
Lokasi gempa berada di daratan Mamuju
Tengah.
"Nah itu jenis gempa yang merusak
juga. Banyak bangunan rumah yang rusak," ucap Daryono.
Gempa pendahuluan kembali terjadi pada
14 Januari 2021, berkekuatan M 5,9.
Sedangkan Gempa utama M 6,2
terjadi pada Jumat (15/1/2021) dini hari.
Gempa pendahuluan merupakan peringatan
bahwa gempa utama dan susulan bakal terjadi. Apabila pemerintah sigap, semestinya
korban jiwa dapat diminimalisir.
BMKG, kata Daryono, senantiasa berupaya mengedukasi masyarakat agar terus meningkatkan kewaspadaan. Khususnya
bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan gempa.
"Kalau ada gempa, tidak usah panik. Cukup keluar rumah, hindari
bangunan tinggi, dan cari daerah terbuka," ucap
Daryono.
Menurut Daryono, langkah itu merupakan
pola sederhana untuk menerapkan mitigasi bagi diri sendiri, keluarga dan
orang-orang di sekitar.
Masyarakat juga diimbau agar membangun
rumah dari material yang sesuai dengan standar mitigasi.
"Misalnya dari kayu atau bambu.
Kemudian rangka rumah juga mesti diseuaikan, jangan
bebannya terlalu berat," kata dia. [dhn]