WAHANANEWS.CO, Jakarta - Memasuki masa transisi dari musim hujan menuju musim kemarau, dinamika cuaca di Indonesia menunjukkan peningkatan intensitas yang perlu menjadi perhatian serius masyarakat.
Kondisi atmosfer yang tidak stabil pada periode pancaroba ini menimbulkan potensi cuaca ekstrem yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Karena itu, kewaspadaan terhadap perubahan cuaca harian menjadi sangat penting demi menghindari risiko yang ditimbulkan.
Baca Juga:
Gempa Megathrust Ancam Indonesia, BMKG Dorong Kesiapsiagaan Maksimal
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan masyarakat untuk lebih waspada terhadap potensi cuaca ekstrem selama masa peralihan musim ini.
BMKG melalui Prospek Cuaca Mingguan periode 25 April hingga 1 Mei 2025 menyampaikan bahwa, "Dalam sepekan ke depan, cuaca di sebagian besar wilayah Indonesia masih dipengaruhi oleh pola peralihan musim.
Kondisi ini ditandai dengan suhu panas yang menyengat pada pagi hingga siang hari, yang kemudian diikuti oleh potensi hujan lokal pada sore hingga malam hari."
Baca Juga:
Sudah 200 Tahun Tertidur, BMKG Ingatkan Kembali Ancaman Tsunami Megathrust
BMKG juga menambahkan bahwa hujan yang turun umumnya bersifat tidak merata, dengan intensitas sedang hingga lebat, berdurasi singkat, dan sering kali disertai kilat serta angin kencang.
Dalam penjelasannya, BMKG menegaskan bahwa ketidakstabilan atmosfer selama periode ini meningkatkan kemungkinan terbentuknya awan konvektif, terutama di wilayah barat dan selatan Indonesia, meliputi Sumatra bagian selatan, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
Karena itu, BMKG mengimbau masyarakat untuk selalu memperhatikan informasi cuaca terkini dan tetap siaga terhadap potensi cuaca ekstrem, khususnya pada sore hingga malam hari.
Dinamika Atmosfer dan Pengaruhnya
Dalam sepekan mendatang, wilayah Indonesia diperkirakan akan dipengaruhi oleh berbagai fenomena atmosfer seperti gangguan Madden Julian Oscillation (MJO), gelombang Kelvin, gelombang Rossby Ekuator, serta gelombang Low Frequency yang aktif di wilayah dan periode yang sama.
Wilayah yang diprediksi terdampak meliputi Kalimantan bagian timur, sebagian besar wilayah Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, dan sebagian besar Papua.
"Kondisi ini dapat meningkatkan aktivitas konvektif serta membentuk pola sirkulasi siklonik di wilayah tersebut," jelas BMKG.
Selain itu, Bibit Siklon Tropis 97S juga terpantau di Laut Arafuru, tepatnya di tenggara Kepulauan Tanimbar, Maluku.
Bibit siklon ini memiliki kecepatan maksimum 20 knot dan tekanan minimum 1010 mb, serta bergerak menuju arah tenggara.
BMKG menilai Bibit Siklon Tropis 97S berpotensi menimbulkan dampak langsung terhadap cuaca dan kondisi laut Indonesia, antara lain hujan lebat dan gelombang tinggi.
Diperkirakan, hujan intensitas sedang hingga lebat dapat terjadi di wilayah Kepulauan Aru, Kepulauan Kei, Kepulauan Tanimbar, dan Kepulauan Babar.
Sementara itu, angin kencang kemungkinan besar melanda wilayah Kepulauan Tanimbar, Kepulauan Kei, dan Kepulauan Aru.
Adapun gelombang laut setinggi 1,25 hingga 2,5 meter diprakirakan terjadi di Laut Arafuru, perairan Kepulauan Semata hingga Kepulauan Tanimbar, serta di sekitar perairan Kepulauan Kai dan Kepulauan Aru.
Selain pengaruh bibit siklon, sirkulasi siklonik juga diprediksi terpantau di Samudra Hindia barat daya Bengkulu dan di Samudra Pasifik utara Sorong.
Fenomena ini membentuk beberapa daerah konvergensi, antara lain di Samudra Hindia barat daya Bengkulu, perairan timur laut Maluku Utara, Laut Halmahera, dan Samudra Pasifik utara Papua Barat Daya.
Tidak hanya itu, daerah konvergensi lain juga diprediksi terbentuk di perairan barat Sumatra Barat hingga Barat Lampung, Samudra Hindia barat daya Banten, dari Kalimantan Utara hingga Kalimantan Timur, dari Papua Tengah hingga Papua Pegunungan, serta dari Maluku bagian Selatan hingga Laut Arafuru, Laut Sulu, dan Laut Seram.
"Kondisi tersebut mampu meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan dan ketinggian gelombang laut di sekitar area bibit siklon tropis atau sirkulasi siklonik, serta sepanjang daerah low level jet dan konvergensi tersebut," terang BMKG.
BMKG juga menambahkan bahwa faktor labilitas lokal yang kuat turut mendukung pembentukan awan hujan pada skala lokal di sejumlah wilayah Indonesia.
"Merujuk pada kondisi atmosfer saat ini, kami mengimbau masyarakat untuk tetap siaga terhadap potensi cuaca signifikan ini, dengan selalu memperbarui informasi cuaca serta menjaga lingkungan sekitar agar lebih tahan terhadap dampak cuaca ekstrem," pungkas BMKG.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]