WahanaNews.co | Direktur Penghimpunan Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Sunari menjelaskan,
Program pengembangan SDM kelapa sawit bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, profesionalisme, kemandirian, dan dedikasi pekebun.
Program SDM tersebut juga ditujukan bagi tenaga pendamping dan masyarakat perkebunan kelapa sawit lainnya.
Baca Juga:
Optimalkan BPDPKS, Petani Kelapa Sawit Raih Keuntungan dari Harga TBS
Hal tersebut disampaikan Sunari saat mengikuti Webinar dan Live Streaming “Dampak Positif Program PSR, Sarpras dan Pengembangan SDM Bagi Petani Sawit” seri 5, yang diselenggarakan Media Perkebunan dan BPDPKS, beberapa waktu lalu.
Sunari juga menuturkan, dalam program pengembangan SDM Perkebunan, BPDPKS telah melakukan pelatihan, pendidikan, baik itu vokasi, atau diploma 1 dan 3, pendidikan pelatihan, penyuluhan dan pendampingan dan fasilitasi.
“Jadi inilah agent of change untuk menuju perkebunan sawit berkelanjutan dimana kita mendorong pendidikan baik untuk anak pekebun bahkan buruh pekebun dan masyarakat perkebunan kelapa sawit lainnya,” terang Sunari.
Baca Juga:
Peran Strategis BPDPKS: Pendorong Harga TBS dengan Program Berkelanjutan
Hingga 30 April 2022 pengembangan SDM telah dilakukan di 21 provinsi dengan total kelas pelatihan 229 kelas dan SDM yang dilatih sebanyak 9.679 orang. Sedangkan untuk beasiswa telah diberikan kepada 3.265 mahasiswa tersebar di enam perguruan tinggi.
Sunari menyebutkan, ada empat piliar yang sangat penting dan strategis terkait program program sawit rakyat (PSR). Pertama, legalitas baik lahan maupun kelembagaan. Kedua, produktivitas yang terkiat dengan standar untuk penanaman kembali tanaman sawit yang produksinya kurang dari 10 ton TBS per hektar (Ha) dan kepadatanan tanaman kurang dari 80 pohon/Ha.
Ketiga, prinsip sustainability atau aspek keberlanjutan yang menjadi hal sangat strategis. Keempat, dukungan sertifikasi ISPO. Sehingga sawit rakyat dikelola dengan prinsip ekonomis, profitable, sosiatable, dan envoranmently.
Berdasarkan Kepditjenbun No. 202/2020, ada persyaratan pengajuan usulan PSR yakni legalitas kelembagaan dan lahan. “Kami tidak henti-hentinya terus mendorong dan menyosialisasi kemudahan persyaratan PSR ini,” ujar Sunari.
Saat ini PSR dialokasikan untuk 4 Ha per NIK (Nomor Induk Kependudukan). “Jadi kalau dalam satu KK ada dua NIK, maka bisa mendapatkan lebih dari 4 hektar,” jelas Sunari.
Menyangkut program sarana dan prasarana (Sarpas), Sunari mengatakan, berdasarkan Permentan No. 07 Tahun 2019 jo Permentan No. 15 Tahun 2020 dan Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan No. 273 Tahun 2020 program Sarpas ada delapan jenis.
Kedelapan jenis itu meliputi benih, pupuk dan pestisida (Ekstensifikasi); Pupuk dan Pestisida (Intensifikasi); Alat pascapanen dan Unit Pengolahan Hasil; Peningkatan Jalan dan Tata Kelola Air; Alat Transportasi; Mesin Pertanian; Infrastruktur Pasar; dan Verifikasi Teknis (ISPO).
Sunari mengungkapkan, sudah banyak usulan Sarpras yang masuk ke BPDPKS. Sedangkan alokasi dana untuk Sarpras tahun 2022 ini sebesar Rp 700 miliar.
“Saya rasa dengan alokasi anggaran Rp 700 miliar sangat membuka peluang untuk pekebun yang terhimpun dalam kelembagaan pekebun. Tidak hanya di Jambi, Kalimatan Barat, Kalimatan Selatan. Tapi juga di kabupaten provinsi lainnya,” jelas Sunari.
Sunari berharap, semoga dana Sarpras ini dapat dipergunakan kelembagaan pekebun untuk mendorong perbaikan sarpras kelapa sawit. “Memang Sarpras kelapa sawit salah satu entry point meningkatkan produksi dan produktivitas sawit rakyat,” ujarnya.
Sunari menyebutkan, capaian program Sarpras Perkebunan Kelapa Sawit hingga April 2022 sebanyak 10 Lembaga Pekebun yang telah ditetapkan sebagai penerima Sarpras Perkebunan dengan total sekitar Rp 30,7 miliar. Kesepuluh lembaga pekebun itu meliputi di Provinisi Jambi ada empat kabupaten antara lain Merangin, Muaro Jambi, Tanjung Jabung Barat, dan Batang Hari berupa peningkatan Jalan Produksi.
Ketua Kelompok Tani Aman Jaya Aceh Utara Muslim mengatakan, pada awalnya hampir 90 persen masyarakat tidak percaya adanya program dana PSR sebesar Rp 25 juta/Ha yang yang dikucurkan BPDPKS. Namun setelah melihat bukti keberhasilan akhirnya petani pun percaya.
Muslih mengungkapkan, masih banyak kebun sawit petani yang belum direplanting yang seharusnya layak diremajakan. Ada sekitar 2000 Ha lebih yang layak diremajakan.
Menurut Muslih, sebenarnya dampak positif PSR adalah penekanan dari Dinas Perkebunan bahwa kelompok tani atau lembaga tani yang mendaftarkan usulan PSR ini harus ada surat kerjasama dengan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). Hal ini agar petani mendapat bibit yang berkualitas dan bersertifikat.
“Ternyata ini terbukti setelah tiga tahun berjalan dari program PSR pertama hingga sekarang petani sudah bisa melihat bagaimana perkembangan bibit yang telah ditanam. Karena petani langsung yang menanam, dan merawat,” ujar Muslih. [rsy]