WahanaNews.co | Bupati Meranti, Muhammad Adil, merasa kecewa lantaran Kementerian Keuangan tidak menjelaskan perincian pemberian dana bagi hasil (DBH) yang dianggapnya tidak memberikan rasa keadilan.
Dia merasa pemerintah pusat telah banyak mengambil sumber minyak dari daerahnya, Kepulauan Meranti, Riau. Adil pun tak segan mengancam untuk 'angkat senjata' dan bergabung ke negara tetangga.
Baca Juga:
Monitor Gudang Logistik Pemilu di Meranti, Ketua KPU Asahan Ingatkan Petugas Soal SOP Pengamanan
Ancaman Adil tersebut menuai sorotan dari Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni. Sahroni meminta persoalan yang diperdebatkan lebih baik diselesaikan melalui adu data secara transparan.
"Dugaan ketidakadilan DBH yang dipersoalkan Bapak Bupati, kan bisa diselesaikan secara lebih sistematis dan beradab. Kemenkeu dan Kementerian ESDM pasti siap untuk transparansi data. Kita jangan terbiasa menduga-duga," ujar Sahroni kepada wartawan, Senin (12/12/2022).
Sahroni menilai "ancaman" dari Bupati Meranti jika tidak dipertanggungjawabkan, maka dapat berpotensi untuk dikategorikan sebagai makar.
Baca Juga:
Pertama Kali di Indonesia, M Adil Gadaikan Kantor Bupati Meranti Rp 100 Miliar ke Bank
"Sekarang yang jadi persoalan, Bapak Bupati harus pertanggungjawabkan ucapan bapak. Ucapan bapak yang menghina kementerian dan 'ancaman' menggabungkan diri ke negeri sebelah sudah sangat keterlaluan dan provokatif. Hati-hati ini sudah bisa berpotensi masuk kategori makar," tegas Sahroni.
Sebelumnya, beredar video yang memperlihatkan Bupati Kepulauan Meranti M Adil memprotes pembagian dana bagi hasil (DBH) minyak ke wilayah yang dipimpinnya. Protes itu disampaikan ke Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Lucky Alfirman.
Protes itu disampaikan M Adil pada acara Rakornas Pengelolaan Pendapatan dan Belanja Daerah Se-Indonesia yang ditayangkan channel Diskominfotik Provinsi Riau, akhir pekan lalu. Selama protes, Adil mengeluarkan kata-kata yang bernada mengancam.
Menurut Adil, produksi minyak Kabupaten Kepulauan Meranti saat ini terus meningkat. Namun, dana bagi hasil (DBH) dari pemerintah pusat terhadap kabupaten itu semakin sedikit.
"Meranti itu daerah termiskin se-Indonesia, penghasil minyak, termiskin, ekstrem lagi. Pertanyaan saya, bagaimana kami tidak miskin, uang kami tidak dikasih. Katanya pemerataan, seharusnya kami yang jadi prioritas," ujar Adil.
Kemudian, dengan emosi, Bupati Meranti pun mengatakan, sebaiknya daerah tersebut diserahkan saja ke negeri tetangga.
“Atau, bapak tak paham juga omongan saya? Apa perlu Meranti mengangkat senjata? Kan, tak mungkin kan, ini menyangkut masalah meranti yang miskin ekstrem," ujarnya.
Sebetulnya, Lucky sudah menjelaskan kepada Adil tentang formulasi pembagian DBH yang sudah ditentukan dalam undang-undang. Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) juga menyebutkan bahwa pembagiannya sudah diperluas ke daerah lain, tidak hanya dikembalikan ke daerah penghasil. [rna]