WahanaNews.co | PT Pertamina (Persero) sudah resmi menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax menjadi Rp 12.500 per liter, terhitung sejak 1 April 2022 lalu.
Walau demikian, untuk BBM subsidi seperti Pertalite justru tidak mengalami perubahan harga alias tetap Rp 7.650 per liter.
Baca Juga:
Harga Pertamax di Solo Naik, Ojol Pindah ke Pertalite
Dengan perbedaan harga yang cukup tinggi, jelas memicu adanya pergeseran konsumsi dari Pertamax ke Pertalite yang lebih murah.
Sebagai langkah antisipasi, Pertamina dan Pemerintah Pusat harus berupaya untuk meminimalisir potensi pergeseran yang parah di masa mendatang.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menyebutkan salah satu caranya, yakni dengan melarang kendaraan dinas pemerintah maupun BUMN untuk menggunakan BBM subsidi.
Baca Juga:
Mengeluh Harga Pertamax Naik Sebesar Rp 3.500, Pengguna Motor dan Mobil: Kecuali UMR Dinaikkan
Tak cuma itu saja, Pemerintah Pusat dan Pertamina bisa juga menyeleksi kendaraan pribadi mana saja yang diperbolehkan untuk membeli Pertalite.
"Misalnya kendaraan mewah dengan kapasitas mesin tertentu atau merek tertentu dilarang pakai BBM subsidi, pengawasan dari tindak kecurangan juga harus diperketat," jelas Josua.
Menurutnya, keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan harga Pertalite sudah bagus demi melindungi daya beli masyarakat.
Mengingat, masyarakat masih punya opsi BBM yang sesuai dengan kantongnya di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
"Pertamax memang layak dinaikkan harganya, mengingat konsumennnya kebanyakan dari kalangan menengah atas," lanjut Josua.
Pakar Ekonomi Energi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjajaran, Yayan Satyaki, menilai potensi pergeseran pengguna Pertamax ke Pertalite cukup tinggi.
Sehingga, ia menyarankan adanya pembatasan jumlah kuota Pertalite di daerah yang pendapatan per kapitanya tinggi.
"Misal Pertalite dijual melimpah di wilayah pedesaan, sementara kawasan perkotaan semuanya Pertamax," kata Yayan secara terpisah.
Apabila Pertalite dijual di wilayah perkotaan, Yayan menyarankan agar pembelinya dibatasi hanya untuk kendaraan berpelat kuning alias transportasi umum.
Dengan begitu, Pertalite tetap ada di perkotaan dan peruntukkannya bisa lebih efektif.
"Kuotanya dibatasi untuk transportasi publik saja," ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi, mengungkapkan, momen Ramadan 2022 yang diikuti dengan kondisi ekonomi yang pulih bisa mendorong peningkatan konsumsi BBM.
Jadi, Pemerintah Pusat bersama Pertamina pun berusaha untuk memastikan pasokan BBM khususnya Pertalite bisa tersedia terus.
Bahkan, mereka juga akan meningkatkan pasokan BBM jenis Solat agar stoknya bisa tersedia selama lebih dari 20 hari.
"Pertamina telah melakukan pengecekan langsung ke lapangan demi terjaminnya ketersediaan BBM serta mengantisipasi peningkatan kebutuhan khususnya di bulan Ramadan 2022," pungkasnya. [gun]