"Apalagi semenjak paman kami ditetapkan sebagai tersangka oleh @poldametrojaya kemarin cc @kapoldametrojaya atas LP saudara Japto atas tindak pidana penyerobotan…kami bingung konstruksi hukum apa yang dipakai oleh @poldametrojaya Pasal 167 memasuki pekarangan rumah tanpa izin, sementara keluarga kami secara turun menurun menempati rumah di Jl. Citandui no. 2, Cikini, Menteng tersebut dari tahun 1962."
"Terakhir kami meminta Bapak Presiden @jokowi dan Bapak Kapolri @listyosigitprabowo memberikan atensi terhadap kasus ini agar kami yang telah menghuni sejak tahun 1962 diberi keadilan, apalagi kasus ini diangkat ketika Indonesia menjadi tuan rumah G20, jangan sampai Indonesia dimata Internasional menjadi buruk," tulisnya.
Baca Juga:
Makin Cantik, Ini Sederet Foto Putri Wanda Hamidah Noor Shalima
Kasus lahan ini berawal dari kepemilikan surat izin penghunian (SIP) yang dimiliki kakek Wanda, Idrus Abubakar, sejak 1962. Tahun 2012, Idrus Abubakar meninggal dunia. Rumah itupun ditempati Hamid Husein, selaku ahli warisnya, hingga kini.
Atas lahan yang ditempati keluarga Hamid Husein itu, kemudian terbit sertifikat hak guna bangunan (HGB) atas nama Japto S Soerjosoemarno, pemimpin ormas Pemuda Pancasila. Japto memiliki sertifikat HGB seluas 1.400 meter persegi, yang mencakup juga rumah keluarga Wanda Hamidah.
Tahun 1992, ada putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN, yang salah satu amar putusannya membatalkan surat perintah pengosongan perumahan yang terletak di atas persil HGB nomor 122 dan nomor 123 di Jalan Citandui/Ciasem, Jakarta Pusat tertanggal 27 Januari 1992.
Baca Juga:
Kasus Tanah Belum Tuntas, Ini Resolusi Wanda Hamidah di 2023
Secara tidak langsung, PTUN menyebut lahan yang dihuni keluarga Wanda Hamidah merupakan lahan HGB, yang sewaktu-waktu dapat diminta oleh pemilik lahan yang sah untuk dikosongkan.
Berdasarkan keterangan Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Pusat, Ani Suryani, secara hukum Japto dikuasakan untuk memanfaatkan tanah tersebut dalam jangka waktu tertentu. Terkait dengan dugaan adanya dua sertifikat HGB di lahan yang sama, Ani membantah.
“Tidak mungkin BPN (Badan Pertanahan Negara) mengeluarkan dua sertifikat HGB yang di lahan yang sama,” kata Ani.