WAHANANEWS.CO, Sukabumi - Aksi demonstrasi menolak Undang-Undang TNI (UU TNI) di Kota Sukabumi, Jawa Barat, berujung ricuh dan diwarnai insiden kekerasan terhadap jurnalis.
Kontributor MetroTV, Apit Haeruman, diduga mengalami tindakan kekerasan berupa cekikan oleh massa aksi.
Baca Juga:
Gelar Dies Natalis Ke-69, IPDN-Kemendagri Ajak Ratusan Praja Saksikan Tausyiah
Kericuhan bermula dari kesalahpahaman terkait peliputan jurnalistik di depan Gedung DPRD Kota Sukabumi pada Kamis (20/3/2025) sore.
Saat itu, para jurnalis tengah mendokumentasikan evakuasi seorang mahasiswa yang pingsan di tengah aksi.
Namun, beberapa peserta demonstrasi menanggapi peliputan tersebut dengan kata-kata kasar dan berusaha menghalangi tugas jurnalis.
Baca Juga:
Banjir dan Longsor di Sukabumi, BNPB: Empat Hilang dan Lima Orang Tewas
Bentrokan di Tengah Demonstrasi
Konflik semakin memanas ketika Apit, yang juga Ketua IJTI Sukabumi, menegur mahasiswa yang mencoba menghalangi peliputan. Situasi pun berujung pada ketegangan fisik, di mana Apit mengaku sempat menjadi korban kekerasan.
“Saya mengalami cekikan dalam insiden itu, tapi saya melihatnya sebagai bagian dari situasi chaos yang tidak terkendali,” ujar Apit pada Kamis (20/3/2025) malam.
Menurutnya, kejadian ini mencerminkan kurangnya pemahaman mahasiswa mengenai kode etik jurnalistik dan hak jurnalis dalam meliput peristiwa di ruang publik.
“Kami bukan musuh mereka, justru kami membantu menyuarakan perjuangan mereka agar lebih luas terdengar,” jelasnya.
Pentingnya Edukasi soal Kebebasan Pers
Menanggapi insiden ini, Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, Kerjasama, dan Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Sukabumi, Andri Moewashi Idharoel Haq, menegaskan pentingnya edukasi bagi mahasiswa mengenai peran jurnalis.
“Banyak mahasiswa yang belum memahami bahwa media memiliki perlindungan hukum saat meliput di ruang publik. Tidak ada yang boleh menghalangi mereka,” ujarnya.
Setelah insiden ini, perwakilan mahasiswa akhirnya bertemu dengan para jurnalis dan menyampaikan permintaan maaf secara terbuka.
Kedua belah pihak sepakat menjadikan kejadian ini sebagai pembelajaran agar aksi-aksi mendatang lebih tertib dan tetap menghormati kebebasan pers.
[Redaktur: Rinrin Kaltarina]