WahanaNews.co | Ahli Hukum Tata Negara Denny Indrayana dilaporkan ke Bareskrim Polri atas kasus dugaan ujaran kebencian, berita bohong, penghinaan terhadap penguasa, dan pembocoran rahasia negara.
Hal itu diungkapkan oleh Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho, Jumat (2/6). Sandi mengatakan saat ini Bareskrim Polri tengah melakukan pendalaman.
Baca Juga:
Kapolri Sebut Pemanggilan Kepala BP2MI Diharapkan Percepat Ungkap Judol
Adapun pelaporan Denny itu tertuang dalam pada Laporan Polisi Nomor: LP/B/128/V/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI dengan pelapor atas nama AWW dan dilaporkan pada Rabu (31/5/23).
Sandi mengatakan pelaporan Denny atas tindak pidana ujaran kebencian, berita bohong, penghinaan terhadap penguasa, dan pembocoran rahasia negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 A ayat (2) Jo Pasal 28 Ayat (2) UU No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11 tahun 2008 tentang ITE dan/atau Pasal 14 Ayat (1) dan Ayat (2) dan Pasal 15 UU No 1 tahun 1946 tentang peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 112 KUHP Pidana dan/atau Pasal 112 KUHP dan/atau Pasal 207 KUHP.
"Adapun saksi-saksi yaitu atas nama WS dan AF. Kemudian barang bukti yang ditemukan yaitu satu bundle tangkapan layar akun Instagram @dennyindrayana99 dan satu buah flashdisk berwarna putih merk Sony 16 Gb," ucap Sandi melalui keterangan resmi.
Baca Juga:
Menko Polhukam dan Staf Khusus Presiden Billy Mambrasar Bahas Percepatan Pembangunan Papua
Sandi menuturkan uraian kejadian yaitu pada 31 Mei 2023 pelapor melihat postingan di media sosial Twitter dengan nama akun @dennyindrayana dan media sosial Instagram dengan nama akun @dennyindrayana99.
Akun itu memposting tulisan yang diduga mengandung unsur ujaran kebencian (SARA), berita bohong (hoax), penghinaan terhadap penguasa dan pembocoran rahasia negara.
Sebelumnya, Denny mengaku mendapat informasi penting terkait gugatan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sistem Proporsional Terbuka di Mahkamah Konstitusi (MK). Ia menyebut MK akan mengabulkan sistem Pemilu kembali menjadi proporsional tertutup alias coblos partai.
"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," kata Denny dalam keterangan tertulis, Minggu (28/5) lalu.
Berdasarkan info yang diterimanya, enam hakim MK akan setuju untuk mengembalikan sistem proporsional tertutup. Sementara, tiga hakim lain akan menyatakan dissenting opinion. Denny memastikan informasi tersebut bersumber dari orang yang kredibel.
"Info tersebut menyatakan, komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting. Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi," ujarnya.
Denny menaruh perhatian khusus terkait informasi tersebut. Sebab, menurutnya, proporsional tertutup adalah sistem pemilu orde baru (orba). "Maka, kita kembali ke sistem pemilu orba: otoritarian dan koruptif," tuturnya.
Di sisi lain, Denny membantah telah membocorkan rahasia negara dengan membocorkan putusan MK terkait gugatan pemilu.
Hal tersebut ia sampaikan merespons Menko Polhukam Mahfud MD yang memerintahkan kepolisian untuk mengusut informasi yang didapat Denny soal dugaan MK bakal memutus pemilu digelar dengan sistem proporsional tertutup atau coblos partai, bukan caleg.
Denny mengaku hanya mendapat informasi dari orang kredibel. Oleh sebab itu, dirinya merasa tak masuk ke dalam delik pidana atau pelanggaran etika. Sebab, tak ada rahasia negara yang dibocorkan.
"Insya Allah saya paham betul untuk tidak masuk ke dalam wilayah delik hukum pidana ataupun pelanggaran etika. Saya bisa tegaskan: Tidak ada pembocoran rahasia negara, dalam pesan yang saya sampaikan kepada publik," katanya.
"Silakan disimak dengan hati-hati, saya sudah secara cermat memilih frasa, 'mendapatkan informasi', bukan 'mendapatkan bocoran'," lanjutnya.
Terlebih, kata Denny, MK juga belum mengeluarkan putusan. Dalam informasi tertulis yang dia sebar sebelumnya, Denny menulis 'MK akan memutuskan'.
"Tidak ada pula putusan yang bocor, karena kita semua tahu, memang belum ada putusannya. Saya menulis, 'MK akan memutuskan'. Masih akan, belum diputuskan," ujarnya.
Denny menyebut rahasia putusan Mahkamah Konstitusi tentu ada di MK. Sedangkan, informasi yang dia dapat, bukan dari lingkungan MK, bukan dari hakim konstitusi, ataupun elemen lain di MK.
"Ini perlu saya tegaskan, supaya tidak ada langkah mubazir melakukan pemeriksaan di lingkungan MK, padahal informasi yang saya dapat bukan dari pihak-pihak di MK," jelasnya.
Denny mengaku secara sadar tidak menggunakan istilah 'informasi dari A1' sebagaimana frasa yang digunakan dalam twit Menkopolhukam Mahfud MD.
Namun demikian, Denny menegaskan informasi yang diterimanya sangat kredibel dan patut dipercaya. Oleh sebab itu, dia memutuskan untuk melanjutkannya kepada khalayak luas sebagai bentuk pengawasan publik.[eta/CNN]