WahanaNews.co | Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan bahwa sejumlah wilayah di Indonesia akan mengalami penurunan curah hujan di 2023 akibat fenomena El Nino.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan dengan adanya perkiraan tersebut membuat wilayah Indonesia menjadi kering dan masuk dalam musim kemarau.
Baca Juga:
Prakiraan Cuaca Hari Ini Hujan Ringan di Sebagian Kota Besar
"Dengan adanya prediksi ini El Nino itu aliran massa udara basah dari Indonesia berbalik ke Samudera Pasifik. Jadi yang Indonesia menjadi kering karena aliran massa udara ini bergerak ke samudra pasifik jadi ini lawan dari La Nina," kata Dwikorita secara virtual seperti dilansir dari CNN, Jumat (27/1).
Melalui prakiraan cuaca itu, beberapa wilayah hingga enam bulan ke depan diprediksi sifat hujan bulanan relatif menurun jika dibandingkan dengan curah hujan bulanan di tahun lalu.
Dwikorita mengatakan musim kemarau kering ini merupakan fenomena El Nino, yang merupakan kebalikan dari La Nina yang menyelimuti Indonesia sejak tiga tahun lalu.
Baca Juga:
La Niña di Indonesia Sejak 2024, BMKG: Cuaca Berangsur Normal di Pertengahan 2025
Singkatnya, musim kemarau basah tidak lagi terjadi di Indonesia dan fase kemarau sudah kembali berubah ke fase normal yaitu kemarau kering, sama seperti sebelum 2020.
"Poin ini yang harus disiapkan untuk menghadapi fenomena yang relatif yang basah 3 tahun kemarin, dan saat ini tiba-tiba menjadi kering," ucap mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.
Berikut deretan daerahnya berdasarkan waktu mula penurunan curah hujan:
Februari
Dwikorita mengungkap mulai Februari curah hujan ada "di bawah normal" terjadi di sejumlah wilayah, seperti Sumatera bagian tengah, Kalimantan bagian tengah, dan sebagian Papua.
"Perlu dicermati yang berwarna coklat-coklat (curah hujan rendah) mulai muncul di bulan Februari di Riau, Sumut, dan Jambi. Ini merupakan indikasi bahwa curah hujan bulanan menurun artinya rendah. Itu bisa dianggap sebagai kemarau," tutur dia.
"Juga terjadi di Sulawesi dan di Papua. Perlu diwaspadai terjadi karhutla," lanjut Dwikorita.
Maret
Pada Maret, Kepala BMKG mengungkap mayoritas masih hijau alias curah hujan tinggi. Meski begitu, katanya, beberapa provinsi mengalami penurunan curah hujan.
"Riau masuk musim hujan relatif rendah," ujarnya, "Orang di wilayah Madura, Jatim, Nusa Tenggara harus mewaspadai curah hujan rendah kategori kurang dari 100 mm per bulan."
Mei
Dwikorita menambahkan pada Mei wilayah dengan kategori oranye hingga coklat alias curah hujan menengah hingga rendah itu semakin meluas.
"Jatim merata pada bulan Mei. Ini curah hujan rendah kurang 100 mm per bulan," ucapnya.
Dia juga menyebut beberapa wilayah Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara menghadapi fase transisi pada Maret-Me.
"Yang harus diwaspadai biasanya fenomena cuaca ekstrem yang sering muncul, angin kencang angin puting beliung dan bisa jadi hujan lebat meskipun singkat," tuturnya.
Juni
Pada Juni, BMKG mengatakan penurunan curah hujan terjadi di Maluku bagian utara serta Papua bagian tengah dan selatan. Pada saat yang sama, katanya, penurunan curah hujan di Jawa dan Sumatera semakin meluas.
"Juni-Juli semakin merona oranye-coklat, artinya curah hujan semakin rendah dan semakin luas," jelas Dwikorita.
"Bahkan di Jawa Timur coklat gelap, artinya curah hujan kurang mendekati 20 mm per bulan. Ini makin meluas seluruh Indonesia," tandasnya. [ast]