WahanaNews.co, Jakarta - Harapan Anita untuk mendapatkan pekerjaan yang baik melalui program magang mahasiswa Ferienjob pupus setelah tiba di Jerman.
Mahasiswa dari Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam, Deli Serdang, Sumatera Utara, tersebut mengungkapkan bahwa pekerjaan yang dia dapatkan jauh dari yang diharapkan.
Baca Juga:
Dominasi China Berakhir, AS Kini Mitra Dagang Terbesar Jerman
Pekerjaan di perusahaan logistik tersebut tidak sesuai dengan bidang studinya seperti yang dijanjikan.
"Harapannya jauh berbeda dari apa yang disosialisasikan. Waktu proses sosialisasi, pekerjaannya terlihat ringan. Tapi kenyataannya, pekerjaan di Jerman ini cukup berat," ujar Anita—bukan nama sebenarnya—melansir Tempo, Rabu (27/3/2024.
Selain itu, Anita juga merasa menyesal karena pekerjaan yang dia terima tidak sesuai dengan jadwal yang dijanjikan.
Baca Juga:
Bom Nuklir Terbaru AS B61-12 di Tangan Jerman, NATO Siap Cegah Ancaman Rusia
Dia harus menunggu cukup lama sebelum diterima bekerja di sebuah perusahaan logistik di Kota Kaiserslautern.
"Seharusnya kami sudah memulai pekerjaan berminggu-minggu yang lalu dan digaji per jam, tetapi ketika kami tiba di sana, kami harus menganggur. Gaji yang kami terima tidak mencukupi untuk menutupi biaya awal," ungkapnya.
Para mahasiswa tersebut dikirim ke Jerman untuk mengikuti program Ferienjob melalui kerja sama antara 33 kampus dengan PT CVGen di Jerman.
Kerja sama ini juga melibatkan Brisk United GmbH sebagai perusahaan sponsor yang menyediakan pekerjaan untuk mahasiswa di kota tersebut.
Agen tersebut bekerja sama dengan penyalur di Indonesia, yaitu PT Sinar Harapan Bangsa (SHB).
Belakangan, Markas Besar Polri mengungkapkan bahwa program pengiriman mahasiswa Indonesia untuk Ferienjob merupakan modus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Para mahasiswa dikirim untuk bekerja ke Jerman dengan menyamar sebagai program magang mahasiswa.
Saat tiba di Jerman pada awal Oktober 2023, Anita juga mengalami beberapa kali perpindahan tempat tinggal.
Hingga akhirnya, dia ditempatkan di perusahaan bernama ID Logistic pada 31 Oktober 2023 dan tinggal di Apartemen Mozartstraße 2 di Kaiserslautern.
Di tempat kerja tersebut, Anita ditempatkan sebagai seorang helper. Tugasnya adalah membungkus paket mulai dari yang ringan hingga yang paling berat.
Paket yang dia bungkus memiliki beragam jenis, termasuk mainan anak-anak, makanan ringan, kalender, dan produk lainnya.
Anita juga harus mengemas barang-barang yang memiliki bobot puluhan kilogram, seperti pasir kucing, pasir anjing, dan bahkan barang-barang berbahan besi.
Barang-barang tersebut harus diangkut ke lantai satu, lantai dua, dan lantai tiga dengan menggunakan troli melalui lift.
Para karyawan harus naik turun tangga secara manual untuk mengambil barang-barang tersebut, kemudian membaginya ke tempat packing.
"Kami harus naik turun tangga, itulah yang membuat kami merasa lelah," katanya.
Selama bekerja di ID Logistic, Anita merasa lelah setiap hari. Punggung dan betisnya sering pegal karena kurangnya waktu istirahat.
Anita mengatakan orang tuanya tak tahu betapa berat jenis pekerjaannya di Jerman. “Aku cerita, tapi enggak cerita yang sengsara di Jerman,” tutur dia.
Mahasiswa peserta ferienjob asal kampus kesehatan di Sumatera Utara itu mengakui bahwa program yang menyeretnya ke Jerman membuat dia sempat stres.
Gangguan itu muncul saat hampir sebulan di Jerman ia tak kunjung bekerja. Selain memikirkan kapan diterima di perusahaan, isu pemutusan hubungan kerja atau PHK menjadi penyebab psikisnya terusik. “Sakit mental aja gitu,” ujarnya.
Sumber stres-nya adalah utang yang harus dilunasinya. Dia datang ke Jerman menggunakan dana talangan sebesar Rp 20 juta. Duit itu digunakan untuk biaya transportasi pesawat pergi-pulang Jakarta-Jerman. Ditambah ia tiba-tiba dipecat dari ID Logistic.
“Makin down karena enggak ada bantuan untuk mendapatkan pekerjaan baru,” tutur dia.
Sementara biaya lain adalah pengurusan berkas, pengiriman dokumen, pembuatan visa, biaya makan, sebagiannya diutang dari duit orang tuanya dan tambahan tabungannya.
Peserta ferienjob ini menerima pemberitahuan pemecatan pada 2 Desember 2023. Pemutusan kontrak kerja disampaikan Brisk secara sepihak.
Kabar buruk itu disampaikan langsung oleh rekannya sesama mahasiswa ferienjob yang bekerja di Brisk. “Semua alasan pemecatan mahasiswa sama, pasti karena bekerja tidak maksimal, pengurangan karyawan,” tutur dia.
Cerita Anita selaras dengan penuturan Renda—nama samaran—yang juga ikut ferienjob asal Universitas Jambi.
Kedua mahasiswa ini memang saling mengenal karena menempati satu apartemen dan satu tempat kerja di ID Logistic. Ada 15 mahasiswa yang dipecat dari ID Logistic, termasuk Anita dan Renda.
Menurut Renda, Brisk mengirimkan surat pemutusan kontrak sepihak. Surat pemecatan itu tertanggal 28 November 2023.
Surat itu menyatakan pemutusan hubungan kerja pada 7 Desember 2023. Setelah 7 Desember, kata dia, Brisk tidak bertanggung jawab lagi atas akomodasi dan usaha mencarikan klien atau perusahaan bekerja baru.
Selain itu, dia menjelaskan Brisk menginformasikan pemecatan oleh perusahaan ID Logistic. Pemecatan oleh ID Logistic dikirimkan via e-mail ke Brisk.
Renda sempat meminta bukti pemecatan tersebut. Dan warkat PHK ini dia terima melalui surat elektronik.
"Saya dipecat bersama 15 mahasiswa lainnya karena perempuan dan tidak mencapai produktivitas,” tutur mahasiswa 22 tahun itu, Sabtu (23/3/2024) malam.
Padahal, Renda mengungkapkan, dia dan tim di perusahaan itu selalu memenuhi target kerja pada pendapatan produk per jam. Leader mereka, kata dia, memuji produktivitas kerja mereka di ID Logistic.
Anita menuturkan, tudingan bekerja tidak maksimal dan pengurangan karyawan itu sudah kerap didengarnya di antara para peserta ferienjob di Jerman.
Sehingga itu menjadi alasan adanya pemutusan kontrak kerja. “Tapi fakta di lapangan kami bekerja maksimal,” tutur dia.
Dia menyebut alasan pemecatan yang disampaikan Brisk tidak masuk akal. Anita merasa kecewa karena biaya untuk mengikuti program fereinjob ini menghabiskan duit sekitar Rp 50 juta.
Pengalaman Pilu Mahasiswa Haluoleo
Mahasiswa peserta program magang ferienjob lainnya, Asep Jumawal, mengisahkan bahwa ia mengalami masa pengangguran selama satu bulan setelah kontrak kerjanya diputus.
Untuk bertahan hidup di luar negeri, ia terpaksa tinggal menumpang di apartemen temannya.
Kontrak kerja Asep, yang merupakan mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo, diputus oleh agen penyalur kerja, Brisk United Gmbh.
"A saat pemutusan kontrak, kami justru diberikan surat yang berisi bahwa kami yang meminta pemutusan kontrak," ungkap Asep, melansir Tempo, Rabu (27/3/2024).
Perjalanan Asep ke Jerman dimulai dari kampus. Mereka mengikuti sosialisasi di kampus pada bulan Mei 2023. Asep tertarik karena dijanjikan pekerjaan yang sesuai dengan bidang keilmuannya di bidang elektro.
Ia dan empat rekannya kemudian berangkat ke Jakarta dengan menumpang Kapal Dolloronda dari Pelabuhan Murhum, Bau-Bau, Sulawesi Tenggara pada tanggal 16 Agustus 2023. Tiga hari kemudian, Asep dan teman-temannya tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Asep menghabiskan waktunya di Jakarta selama dua bulan untuk mengurus dokumen-dokumen pendukung keberangkatan ke Jerman.
Ia juga berutang Rp 23 juta ke PT Sinar Harapan Bangsaa tau PT SHB untuk pembelian tiket pesawat.
PT SHB merupakan perusahaan agensi yang melakukan kerja sama dengan sejumlah universitas di Indonesia dalam program ferienjob ini.
Asep akhirnya menginjakkan kakinya di Jerman pada 10 Oktober 2023. Mulanya ia terbilang beruntung karena keesokan harinya langsung diterima bekerja di sebuah perusahaan logistik, Mode Logistic di Poensgenstraße 27, di Langenfeld.
Ia menuturkan banyak peserta ferienjob yang harus menunggu pekerjaan hingga satu bulan sejak tiba di Jerman.
Namun, pekerjaan yang dilakukan Asep rupanya tidak selara dengan program studinya. Bukannya bekerja di bidang Teknik elektro, ia justru menjadi petugas kebersihan di Mode Logistic.
"Karena sudah di Jerman, mau tidak mau harus terima kenyataan," tutur Asep. Ia mengaku saat masa sosialisasi di kampus mahasiswa dijanjikan ditempatkan di bidang kerja sesuai jurusan.
Selama bekerja di Mode Logistic, Asep tinggal di Apartemen Zimmer Zentrum Ilazi di Hochstraße 33, Kota Leichlingen, North Rhine-Westphalia. Di sini, ia hidup sekamar bersama tiga rekannya dari Universitas Tadulako dan Universitas Jambi. Pekerjaan mereka di Mode Logistic itu beres pada 30 November 2023.
Begitu kontrak kerjanya selesai di Mode Logistic, Asep menuturkan Brisk United Gmbh meminta ia pindah dari apartemen Zimmer Zentrum. Ia dan sejumlah rekannya dipindahkan ke apartemen Monteurwohnung di Mönchengladbach-Mülgaustr.
Asep dan sejumlah mahasiswa magang lain dipanggil dan dijanjikan diberikan pekerjaan baru. Dia sempat diwawancarai bersama tujuh peserta ferienjob lain pada 3 Desember 2023.
Namun nasibnya tak menentu. Hingga 5 Desember 2023 mereka mengendap di Monteurwohnung di Mönchengladbach.
Asep dan lima rekan lain lalu memutuskan mendatangi kantor Brisk untuk menanyakan pekerjaan. Salah seorang di Brisk mengatakan tak ada lagi lowongan kerja.
"Ternyata di perusahaan yang dijanjikan itu sudah ada pekerja baru. Ada satu teman saya kerja di situ," ujar dia.
Alasan lain dari Brisk, ucap Asep, perusahaan belum membutuhkan tenaga kerja baru.
"Kami tanya, kira-kira kami mau dikemanakan kalau tidak kerja?" kata Asep mengenang percakapannya dengan orang Brisk.
Pada saat itu, agen tersebut menunjukkan satu lokasi kerja kepada mereka, tetapi tidak ada sarana transportasi yang tersedia untuk mencapai lokasi tersebut.
Sebagai alternatif solusi, pihak Brisk malah memberikan surat pemutusan kerja. Saat membaca isi surat tersebut, Asep bersama dua mahasiswa Universitas Tadulako, satu mahasiswa Universitas Jambi, dan dua mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) terkejut.
Surat tersebut berisi pemutusan kerja atas permintaan mereka. "Kami diminta untuk merubah isi surat tersebut sesuai kesepakatan bersama," ungkapnya. "Kami sempat berdebat dengan pihak Brisk."
Setelah pulang dari kerja, Asep sering berdiskusi dengan rekan-rekannya yang juga mengikuti program Ferienjob. Mereka bertanya-tanya mengapa mereka bisa ditempatkan di tempat tersebut.
"Bagaimana kita bisa ditempatkan di tempat seperti ini?" ujarnya, mengingat masa-masa sulit mereka di Jerman. "Tapi, kita hanya bisa pasrah," tambah kakak dari dua bersaudara itu.
Kemudian, Asep kembali ke apartemennya. Keesokan harinya, dia meninggalkan Monteurwohnung dan mencari tempat tinggal lain. Dia akhirnya tiba di apartemen temannya di Munchener Str. 128, Findorf, Bremen.
Selama sebulan terakhir, dia tidak memiliki pekerjaan. "Jika tidak ada teman, mungkin saya akan menjadi gelandangan di Jerman," kata mahasiswa program Ferienjob itu.
Asep bahkan merasa menyesal telah melakukan perjalanan ke Jerman.
Bukannya untung, menurut Asep, selama di mengikuti magang ferienjob Jerman ia justru menghabiskan uang hingga Rp 50 juta.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]