WahanaNews.co | Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Poso yang baru saja diresmikan Presiden Joko Widodo alias Jokowi tercatat sebagai pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) terbesar di Indonesia Timur.
Pembangkit berkapasitas 515 Mega Watt (MW) itu nantinya akan menjadi pembangkit peaker yang akan dioperasikan selama waktu beban puncak di sistem Sulawesi Bagian Selatan.
Baca Juga:
PLN Siap Pasok Kebutuhan Listrik Industri di Sulawesi dengan Energi Hijau
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menyebutkan, hadirnya pembangkit yang memanfaatkan aliran air Sungai Poso itu bertepatan dengan momentum banyak industri smelter yang masuk ke sistem kelistrikan PLN di Sulawesi Bagian Selatan.
Kebutuhan industri akan listrik hijau sebagai syarat ekspor, dapat dipenuhi dengan masuknya PLTA Poso dalam sistem Sulawesi.
“PLN berkomitmen untuk terus mendukung perkembangan industri, khususnya industri pengolahan hasil tambang, dengan memberikan pilihan energi bersih yang dapat diandalkan,” ujar Darmawan, Sabtu (26/2/2022).
Baca Juga:
Bisnis Listrik Jangka Panjang, Jusuf Kalla: Bisa Sampai 100 Tahun
PLTA Poso merupakan pembangkit yang dibangun dan dioperasikan produsen listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) PT Poso Energy, anak usaha Kalla Group, dan masuk dalam pengawasan PLN Unit Induk Pembangkitan dan Penyaluran (UIKL) Sulawesi.
Menurut Darmawan, peran PLTA Poso sebagai pembangkit peaker didukung beberapa faktor.
Faktor pertama, pembangkit ini memiliki live storage cukup besar yaitu Danau Poso.
Selain itu, PLTA Poso dilengkapi dengan regulating dam yang bisa mengatur debit keluaran dari Danau Poso.
Alhasil, pembangkit ini dapat beroperasi dengan kapasitas penuh pada jam puncak sepanjang tahun.
“PLTA Poso mampu start-stop dengan cepat, bahkan sinkronisasi dapat dilakukan dalam waktu kurang dari 15 menit. Sehingga mampu merespons perubahan beban dengan cepat sehingga memperbaiki kualitas listrik pada sistem jaringan,” jelas Darmawan.
Berbeda dengan PLTA umumnya yang menggunakan konsep waduk sehingga membutuhkan lahan yang besar, PLTA Poso menggunakan sistem pengelolaan run-off river (ROR).
Sistem ini tetap mempertahankan aliran sungai selama 24 jam, hanya menggunakan bendungan atau tanggul berukuran cukup kecil sebagai penahan atau gerbang air.
Dari aspek pengembangan energi terbarukan, PLTA Poso berkontribusi sekitar 10,69 persen dari total bauran EBT sistem kelistrikan Sulawesi Bagian Selatan.
Selain itu, terbangunnya PLTA Poso merupakan bukti nyata agresifnya Indonesia sebagai tuan rumah KTT G20 yang berkontribusi dalam pengurangan emisi dunia.
“PLTA Poso menjadi proyek dengan kapasitas besar, menjadi peaker dan follower di sistem kelistrikan Sulawesi. Dengan hadirnya PLTA Poso juga mampu menurunkan biaya produksi listrik sehingga menjadi bukti pengembangan EBT makin kompetitif,” ucap Darmawan.
Saat ini pembangkit ramah lingkungan ini telah terinterkoneksi dengan saluran transmisi 275 kV ke Sulawesi Selatan.
Tak hanya itu, PLTA Poso juga telah tersambung dengan saluran transmisi 150 kV dari pembangkit ke Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Selain PLTA Poso, Presiden Jokowi hari ini juga meresmikan PLTA Malea berkapasitas 90 MW yang berada di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
Pembangkit ini dikembangkan oleh PT Malea Energy, anak usaha PT Bukaka Teknik Utama yang juga milik Kalla Group.
Pengoperasian dua pembangkit ini telah meningkatkan bauran EBT di Pulau Sulawesi mencapai 38,8 persen.
Dewan Penasehat Kalla Grup, Jusuf Kalla, menyebut PLTA yang dibangun perusahaannya itu menyerap hingga 2.000 tenaga kerja, 80 persen pekerja berasal dari warga lokal.
Biaya pembangun kedua PLTA berkapasitas total 605 MW itu mencapai USD 1,2 miliar atau Rp 17 triliun.
Kendati mengakui biaya pembangunan PLTA yang lebih mahal dibanding pembangkit berbasis fosil, Jusuf Kalla menyebut biaya operasional PLTA lebih murah. [gun]