WahanaNews.co | Presiden Joko Widodo alias Jokowi
resmi membuka Jalan Tol Layang Dalam Kota Jakarta Kelapa Gading - Pulo Gebang sepanjang 9,3 kilometer, Senin (23/8/2021).
Jalan
tol tersebut merupakan bagian dari pembangunan enam Jalan Tol Dalam Kota
Jakarta dan sekaligus menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN) yang ditetapkan
dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 56 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua
Atas Perpres Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis
Nasional.
Baca Juga:
Menteri PU Tinjau Kampung Seni Kujon Borobudur, Pastikan Kebermanfaatan Infrastruktur
"Alhamdulillah,
pada pagi hari ini Jalan Tol Pulo Gebang-Kelapa Gading sepanjang 9,3 kilometer
telah selesai dan bisa dimanfaatkan oleh masyarakat," kata Jokowi, dalam
acara peresmian yang disiarkan melalui video YouTube Sekretariat Presiden.
Jalan
Tol Dalam Kota ruas Kelapa Gading - Pulo Gebang ini merupakan Seksi A dari pembangunan Tahap I
yang membentang 31,2 kilometer.
Total
nilai investasi pembangunan jalan tol tersebut mencapai Rp 20,73 triliun dengan
kontraktor pelaksana PT Jaya Kontruksi Tbk - PT Adhi Karya (Persero) Tbk atau KSO.
Baca Juga:
Tinjau Lokasi Usulan Sekolah Rakyat di Temanggung, Menteri Dody Tekankan Kelengkapan Readiness Criteria
Konstruksi
PSN ini dikerjakan secara bertahap.
Selain
ruas Kelapa Gading - Pulo Gebang, terdapat pula Seksi B ruas Semanan - Grogol sepanjang 9,5 kilometer dan Seksi C ruas Grogol - Kelapa Gading sepanjang 12,3 kilometer yang akan dibangun
pada awal 2022.
Kedua
proyek Tahap I ini ditargetkan selesai konstruksinya awal tahun 2025.
Adapun
daftar Enam Jalan Tol Dalam Kota Jakarta yaitu Kampung Melayu - Kemayoran sepanjang 9,6 kilometer, Semanan - Sunter lewat Rawabuaya Duri Pulo 22,8 kilometer, dan Kampung
Melayu - Duri Pulo lewat Tomang 11,4 kilometer.
Kemudian
Sunter - Pulo Gebang lewat Kelapa Gading 10,8
kilometer, Ulujami - Tanah Abang 8,3 kilometer, dan Pasar Minggu - Casablanca 9,5 kilometer.
Dengan
demikian, total panjang keseluruhan Enam Jalan Tol tersebut adalah
69,77 kilometer.
Kemudian, total
anggaran yang dikeluarkan untuk proyek itu mencapai Rp 42 triliun dengan
menggunakan skema pembiayaan Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
Kontroversial
Gagasan
proyek Enam Jalan Tol Dalam Kota Jakarta dicetuskan oleh mantan
Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo (Foke), sekitar tahun 2009.
Gagasan
ini mendapat penolakan dari berbagai kalangan, mulai dari akademisi, lembaga
swadaya masyarakat, pengamat tata kota, hingga Calon Gubernur.
Alasan
mereka, keberadaan proyek jalan bebas hambatan berbayar ini dikhawatirkan hanya
akan membebani dan menambah kemacetan di Jakarta.
Presiden
Jokowi dan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, termasuk pihak yang pernah menolak pembangunan proyek ini.
Jokowi
mengungkapkan penolakannya pada masa awal terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta
bersama Wakilnya, Basuki Tjahja Purnama (Ahok), pada tahun 2012, menggantikan
Gubernur sebelumnya, Fauzi Bowo.
Sebagai
Gubernur, dirinya hanya fokus memprioritaskan pembangunan
transportasi massal di Ibu Kota.
"Saya
pro pada transportasi massal, bukan tol dalam kota," kata Jokowi, Senin (5/11/2012).
Penolakan
senada juga dilontarkan Gubenur DKI Jakarta, Anies Baswedan, saat kampanye pencalonannya sebagai
Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2016.
Lewat
akun Twitter resminya, Anies mengatakan, pembangunan enam Jalan Tol Dalam
Kota tersebut hanya akan membuat macet Jakarta.
Penolahan
proyek itu bahkan menjadi salah satu dari 13 langkah yang akan dilakukan Anies
dalam mengatasi kemacetan ibu kota ketika dirinya terpilih sebagai Gubernur DKI
Jakarta.
"Mempercepat pembangunan tol lingkar luar dan
tidak membangun 6 ruas tol dalam kota yang akan menambah macet di Jakarta.
#TransportasiB3rsama," kata Anies melalui cuitannya di Twitter, Kamis (24/11/2016).
Waktu
pun membuktikan sebaliknya.
Keduanya
turut hadir dalam peresmian Jalan Tol Seksi A Ruas Kelapa Gading - Pulo Gebang, Senin (23/8/2021) pagi.
Dinilai Tak Ada Manfaat
Pengamat
perkotaan sekaligus Direktur RUJAK Center for Urban Studies, Elisa
Sutanudjaja, juga mengkritisi pembangunan proyek tesebut.
Kata
dia, Enam Jalan Tol Dalam Kota tidak memberi manfaat bagi warga Jakarta.
"Dalam
perspektif perkotaan saya tidak melihat sedikit pun manfaat dari pembangunan
infrastruktur enam ruas jalan tol ini," kata Elisa kepada wartawan, Kamis
(21/8/2014).
Pasalnya,
semua pintu masuk (entrance) tol itu
berada di kota-kota penyengga Jakarta, seperti Tangerang, Bekasi, dan Depok, yang justru semakin mempermudah
mobilisasi kendaraan pribadi menuju dalam kota Jakarta.
Itu
artinya, beban yang harus ditanggung Jakarta akan lebih berat.
Ibu
kota akan semakin padat dengan kendaraan dari kawasan pinggiran.
"Meskipun
dalam desainnya terdapat jalur khusus untuk transportasi massal, namun itu
bukan jaminan bahwa kemacetan yang selama ini dialami Jakarta akan terurai
secara otomatis," ujar Elisa.
Selain
itu, Enam Jalan Tol Dalam Kota Jakarta akan menstimulasi terjadinya perubahan
tata ruang secara struktural.
Hal ini
ditandai dengan jalur-jalur yang dilintasi merupakan jalur eksisting yang saat
ini digunakan sebagai rel kereta api dan juga daerah aliran sungai.
"Jalan
tol ini kan setinggi tiga ruko alias
10 meter, jelas akan mengubah tata ruang. Jalur hijau bakal dipangkas,
contohnya yang berada di titik Manggala dan persimpangan Palmerah, Jakarta
Pusat," tegas Elisa.
Keputusan Berbalik
Namun,
kegelisahan dan penolakan Elisa tak bersambut.
Genap
satu tahun menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, tepatnya Januari 2013, Jokowi
mengubah sikap.
Dia
berbalik menyetujui proyek tersebut dengan sejumlah catatan.
Salah
satunya, Jokowi ingin jalan tol itu dapat dilalui oleh angkutan umum dan bus
Transjakarta.
Menurut
dia, mengatasi kemacetan tidak mungkin hanya dengan satu cara.
Tetap
ada kebutuhan untuk menambah panjang jalan di Jakarta.
"Ada
dua kekurangan besar yang jelas sekali terlihat, yaitu kekurangan jalan dan
kekurangan transportasi umum. Setelah mendapat penjelasan tadi, jalan tol bisa
mengurai macet di sana dan di sini, ada juga jaringan radialnya, saya menangkap
(jalan tol) bisa ikut berkontribusi mengurangi macet," kata Jokowi, Rabu
(9/1/2013).
Jokowi
didukung sahabatnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama alias Ahok.
Ahok
menegaskan, pembangunan Enam Jalan Tol Dalam Kota harus tetap dilanjutnya.
Bahkan,
dia mengecam pendapat-pendapat pakar yang menentang proyek tersebut.
"Sudahlah,
ngomong jujur saja ya kalau tukang pengamat. Kalau gue batalin tol (dan jadi)
macet, kalian kritik enggak? Kritik juga," kata Basuki, Selasa (19/8/2014).
Ahok
lalu menganalogikan pembangunan tol ini dengan sebuah rumah satu lantai di atas
tanah seluas 100 meter persegi yang disesaki anggota keluarga.
Sementara
sang kepala keluarga itu memiliki uang cukup untuk membangun hingga tiga
lantai.
"Kalau
jadi orang itu, kamu membangun rumah kamu jadi tiga lantai enggak? Tujuannya
apa? Ya supaya kurang sesak, kan?
Sekarang mobil sudah begitu banyak, Anda mau bangun jalan enggak dua tingkat di
atasnya? Ya supaya mobil-mobil itu bisa dibagi ke (jalan) atas," ujarnya.
Karena
itu, Ahok menegaskan, Pemprov DKI tetap tidak akan mengubah keputusan, meskipun
banyak petisi yang muncul.
Ia pun
menganggap pendapat-pendapat para akademisi sebagai hal yang konyol.
"Alasan
mereka menolak bangun jalan tol cuma karena tambah mobil. Aduh, saya urut dada
dengar alasan seperti itu. Pertanyaan saya, jalan tidak ditambah, mobil tambah
juga enggak? Tambah. Terserah mereka mau bikin petisi apa pun, Anda tidak punya
hak (stop kebijakan enam ruas tol)," cetus Ahok.
Jadi Proyek Strategis Nasional
Dukungan
Jokowi terhadap proyek Enam Jalan Tol Dalam Kota Jakarta terus berlanjut,
setelah terpilih sebagai Presiden.
Wewenang
pun dia ambil alih, dari sebelumnya merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi
(Pemprov) DKI Jakarta menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Tak
tanggung-tanggung, Jokowi bahkan menetapkan Enam Tol Dalam Kota jakarta itu
sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) pada tahun 2016.
Keputusan
ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2016 tentang
Percepatan Pelaksanaan PSN.
Perpres
tersebut pada akhirnya mengalami dua kali perubahan.
Perubahan
pertama melalui Perpres Nomor 58 Tahun 2017 tanggal 15 Juni 2017 dan perubahan
kedua melalui Perpres Nomor 56 Tahun 2018 tanggal 20 Juli 2018.
Presiden
Jokowi meyakini, Enam Jalan Tol Dalam Kota Jakarta dapat meningkatkan kecepatan
distribusi logistik dan daya saing ekonomi.
Selain
itu, Jokowi menilai proyek ini juga dapat memudahkan mobilitas masyarakat di
ibu kota Jakarta.
"Kecepatan
logistik akan semakin baik, juga utamanya mobilitas orang di Jakarta akan
semakin baik, mobilitas barang antara Kota Jakarta dengan sekitarnya juga
semakin baik," pungkasnya. [dhn]