WahanaNews.co, Jakarta - Terkit kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian yang melibatkan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) sebagai tersangka, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini memanggil 10 orang untuk dimintai keterangan sebagai saksi.
"Hari ini bertempat di Gedung Merah Putih KPK, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (6/11/2023) melansir ANTARA.
Baca Juga:
Kementerian PU Raih Penghargaan Program Edukasi Antikorupsi dan Pencegahan Korupsi dari KPK
Ali mengungkapkan 10 saksi tersebut terdiri atas pejabat dan mantan penjabat di lingkungan Kementerian Pertanian, yakni:
1. Fuadi (Kepala Biro Keuangan dan Barang Milik Negara Setjen Kementerian Pertanian).
2. Ahmad Musyafak (Kepala Biro Umum dan Pengadaan Kementan 2021-2022).
Baca Juga:
KPK Tak Terima Julukan Disebut Lebih Mirip 'Polsek Kuningan'
3. Muchlis (Kepala Biro Keuangan dan BMN Kementerian Pertanian 2021-2022).
4. Raden Kiky Mulya Putra (Kepala Subbagian Rumah Tangga Pimpinan, Biro Umum dan Pengadaan, Kementerian Pertanian 2022-Sekarang).
5. Rezki Yudhistira Saleh (Koordinator Kearsipan dan Tata Usaha Biro Umum Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian).
6. Agung Mahendra (Staf Biro Umum pada Kementerian Pertanian).
7. Karina (Staf Biro Umum Kementerian Pertanian 2001-sekarang).
8. RR. Nina Murdiana (ASN Kementan).
9. Rio Agustian (Satuan Pengamanan (Grup Siaga-Pengamanan Kendaraan Roda 4 Kementerian Pertanian).
10. RM Tri Ardi Mahendra (Dokter Spesialis Gigi Prostodonsia di TAM Dentist tahun 2016-sekarang).
Meski demikian Ali belum memberikan penjelasan lebih detail mengenai keterangan apa yang akan didalami penyidik dalam pemeriksaan terhadap para saksi tersebut.
KPK pada Jumat, 13 Oktober 2023, resmi menahan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementerian Pertanian Muhammad Hatta (MH) terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi di kementerian tersebut.
Perkara dugaan korupsi tersebut bermula saat SYL menjabat sebagai Menteri Pertanian periode 2019 sampai 2024.
Dengan jabatannya tersebut, SYL kemudian membuat kebijakan personal yang di antaranya melakukan pungutan hingga menerima setoran dari ASN internal Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, termasuk keluarga intinya.
Kurun waktu kebijakan SYL untuk memungut hingga menerima setoran tersebut berlangsung dari tahun 2020 sampai 2023.
SYL menugaskan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono (KS) dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Kementan Muhammad Hatta (MH) untuk melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan II.
Dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa.
Atas arahan SYL, KS dan MH memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, yakni para direktur jenderal, kepala badan hingga sekretaris masing-masing eselon I.
Dengan besaran nilai yang telah ditentukan SYL dengan kisaran besaran mulai 4.000 dolar AS sampai dengan 10.000 dolar AS.
Penerimaan uang melalui KS dan MH sebagai representasi orang kepercayaan SYL itu dilakukan rutin setiap bulan-nya dengan menggunakan pecahan mata uang asing.
KPK mengatakan bahwa uang yang dinikmati SYL bersama-sama dengan KS dan MH sebagai bukti permulaan berjumlah sekitar Rp13,9 miliar. Meski demikian tim penyidik KPK masih terus melakukan penelusuran lebih mendalam terhadap jumlah pastinya.
SYL, KS, dan MH telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan selama 20 hari di rumah tahanan (Rutan) KPK untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan tersangka SYL, turut pula disangkakan melanggar Pasal 3 dan/atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
[Redaktur: Alpredo Gultom]