WahanaNews.co | Proses ekshumasi atau penggalian kubur korban tragedi Kanjuruhan di Malang, Jawa Timur, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan ikut mengawasi langsung.
Rencananya, ekshumasi dilakukan pada 5 November mendatang.
Baca Juga:
Dua Tersangka Kasus Bongkar Pagar Stadion Kanjuruhan
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengungkapkan pihaknya berusaha untuk memastikan keluarga korban nyaman menjalani proses ini.
"Kami akan datang untuk melakukan ekshumasi, pengawasan itu," ujar Anam saat dihubungi, Senin (31/10).
"Kami sampaikan bahwa salah satu yang paling penting dalam proses ini adalah membuat nyaman [pihak keluarga korban] atas pilihannya [melakukan ekshumasi]," sambungnya.
Baca Juga:
Korban Kanjuruhan Disebut Belum Diberikan Trauma Healing
Sebagai informasi, ekshumasi dan autopsi pada 5 November mendatang dilakukan pada dua korban dari satu keluarga yang sama yang pernah mengajukan proses itu beberapa waktu lalu.
Namun, proses ekshumasi dan autopsi dua korban yang seharusnya digelar 21 Oktober lalu dibatalkan pihak keluarga dengan alasan mendapat intimidasi.
Anam mengaku dirinya menemui langsung orang tua korban usai pembatalan itu, dan berbicara soal hambatan yang sempat dialami keluarga itu.
Ia menyebut tujuan orangtua korban kembali menyetujui ekshumasi itu adalah untuk mengungkap alasan dua putrinya meninggal dunia saat tragedi Kanjuruhan.
"Kami mendukung apa yang dilakukan Mas DA dan seperti yang dia sampaikan bahwa ini upaya dia untuk mengetahui apa dan kenapa kedua putrinya meninggal. Sekaligus untuk berikhtiar mengungkap kebenaran dan meraih keadilan," katanya.
Menurut Anam, sebelumnya pihak keluarga korban itu sempat membatalkan ijin ekshumasi sebab khawatir akan didatangi oleh sejumlah polisi. Padahal, saat ini, keluarganya masih berada dalam kondisi trauma.
Untuk itu, Anam memastikan proses ekshumasi ini dilakukan sebaik mungkin agar tak menimbulkan trauma yang lebih dalam kepada keluarga korban.
"Saya bertemu langsung dengan Mas DA, nah itu salah satu pembicaraan kami yang membuat proses ini nyaman. Sehingga niatan dia untuk membuka ruang kebenaran, ruang keadilan, termasuk juga pertanyaan mendasar mengapa dua putrinya meningaal itu bisa terjawab," tegasnya.
Sebelumnya diberitakan DA sejak awal bersikukuh meminta dilakukan autopsi. Dia ingin mengetahui penyebab pasti meninggalnya kedua anaknya.
Mulanya, autopsi dijadwalkan pada Kamis (21/10). Namun, pada 11 Oktober rumah keluarga korban didatangi empat orang dari Polres Kepanjen sekitar pukul 11.00 WIB.
Kedatangan itu diketahui sehari setelah orang tua korban membuat surat pernyataan meminta autopsi did epan kuasa hukumnya. Namun surat itu diakuinya baru berupa draf dan masih membutuhkan tandatangan dari kepala desanya sebagai saksi.
Kemudian, pada 12 Oktober, empat orang polisi dari Polres Kepanjen kembali mendatangi rumahnya untuk menanyakan proses autopsi yang rencananya digelar pada tanggal 20 Oktober. Namun, pada tanggal 11 dan 12 Oktober saat polisi datang, posisi orang tua korban tanpa pendamping atau kuasa hukumnya.
Anam menyebut akhirnya orang tua korban bersama keluarganya menggelar rapat mengambil keputusan pada tanggal 17 Oktober. Hasilnya, mereka menolak dilakukan autopsi. [tum]