Mangku juga menjelaskan bahwa food estate berbeda dari Perkebunan Inti Rakyat (PIR). Pada PIR, modal dan tanah merupakan tanggung jawab perusahaan yang kemudian memotong hasil panen. Sementara pada food estate integrasi pertanian, kerja sama dengan petani bisa disesuaikan.
Terkait contract framing dan food estate, Mangku menyatakan bahwa kedua hal tersebut bisa diintegrasikan. Sehingga, tak seharusnya jadi pertentangan.
Baca Juga:
Wamentan Bicara Food Estate dan Cetak Sawah di Rapat Koordinasi Kemenko Perekonomian
"Food estate konsepnya mass food product. Contract farming adalah interaksi ekonominya. Jika saya kaitkan, maka bisa diintegrasikan antara food estate dengan petani melalui contract farming. Food estate lebih realistis karena nyatanya kita butuh site baru, tetapi terkoneksi dengan pertanian rakyat," kata Mangku.
Pada kesempatan yang sama, Mangku menegaskan bahwa food estate tak akan mengganggu keberlangsungan petani tradisional, di mana food estate justru dapat mendorong kesejahteraan petani.
"Food estate justru bisa jadi penggerak kesejahteraan, malah bisa jadi inti pertumbuhan. Jika membuka lahan baru, maka petani-petani sekitar harus diintegrasikan dengan food estate. Jika itu bisa dilakukan, maka mereka akan lebih sejahtera. Yang kita butuhkan sekarang adalah roadmap food estate yang lebih detail," katanya.
Baca Juga:
Soroti Ketahanan Pangan, Luhut Bangga dengan Food Estate Humbang Hasundutan Sumut
Untuk itu, Mangku pun mengaku mengapresiasi kebijakan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto terkait food estate, yang diyakini dapat mewujudkan visi swasembada pangan.
Mangku menilai, swasembada pangan tersebut bersifat wajib sebagai upaya mempertahankan Indonesia.
"Oleh karena itu, kita harus pisahkan fungsi food estate dengan pertanian rakyat. Yang satu fokus pada stok nasional atau cadangan dan satu lagi market based," ujarnya.