WAHANANEWS.CO, Jakarta - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono, mengharapkan agar pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto segera merealisasikan pembentukan Badan Sawit Nasional.
Eddy menyampaikan hal ini terkait dengan skema kabinet yang gemuk dalam pemerintahan baru, yang terdiri dari 48 menteri dan 56 wakil menteri.
Baca Juga:
Optimalkan BPDPKS, Petani Kelapa Sawit Raih Keuntungan dari Harga TBS
"Kami berharap ada tambahan satu badan lagi, yaitu Badan Sawit Nasional," ujar Eddy di kantor GAPKI, Jakarta Pusat, pada Selasa (22/10/2024).
Eddy menjelaskan bahwa usulan pendirian Badan Sawit Nasional telah diajukan jauh sebelum pemilihan presiden Februari lalu.
Saat ini, kajian yang rampung pada 18 Oktober 2024 sudah berada di tangan pemerintah dan diharapkan dapat segera diimplementasikan.
Baca Juga:
Peran Strategis BPDPKS: Pendorong Harga TBS dengan Program Berkelanjutan
"Struktur badan ini bisa berupa lembaga baru atau peningkatan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS)," ungkapnya.
Menurut Eddy, lembaga ini nantinya harus langsung berada di bawah presiden, tanpa campur tangan kementerian, untuk mencegah tumpang tindih kebijakan yang dapat memperlambat pencapaian target nasional di sektor sawit.
"Kami ingin ada satu badan khusus yang fokus menangani masalah sawit agar kebijakannya lebih terarah," tambah Eddy.
Lebih lanjut, ia menyoroti penurunan produktivitas sawit dan meningkatnya konsumsi dalam negeri sebagai alasan utama mendesaknya pembentukan Badan Sawit Nasional.
"Saat ini produktivitas kita stagnan, bahkan cenderung menurun, sementara konsumsi terus meningkat. Tahun ini saja konsumsinya sudah naik," jelasnya.
Data hingga Agustus 2024 menunjukkan produksi sawit turun 4,86 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, dari 36.287 ribu ton menjadi 34.522 ribu ton.
Sementara itu, konsumsi dalam negeri meningkat 1,94 persen dari 15.274 ribu ton pada 2023 menjadi 15.571 ribu ton pada 2024.
Eddy juga menambahkan bahwa rencana penerapan biodiesel dengan bauran 40 persen (B40) pada 2025 dan B50 pada tahun berikutnya, serta perlambatan program peremajaan sawit rakyat, menjadi faktor lain yang memperkuat urgensi pembentukan Badan Sawit Nasional.
Penurunan stok sawit hingga akhir Agustus 2024 menjadi 2.450 ribu ton dari 2.513 ribu ton pada akhir Juli juga menjadi perhatian.
Ia menyebutkan bahwa cita-cita pendirian Badan Sawit Nasional nantinya dapat menyerupai Lembaga Minyak Sawit Malaysia atau Malaysian Palm Oil Board (MPOB) yang memiliki wewenang penuh atas persoalan sawit dalam negeri dan juga berhak memberikan penalti jika diperlukan.
"Sehingga peraturan terkait kelapa sawit ke depan bisa lebih simple dan powerful," kata dia.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]