WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengungkapkan bahwa peningkatan suhu udara berkorelasi dengan meningkatnya intensitas, frekuensi, dan durasi hujan ekstrem.
"Kejadian hujan ekstrem semakin meningkat, seiring dengan naiknya suhu permukaan. Data menunjukkan bahwa fenomena ini berhubungan erat dengan lonjakan konsentrasi gas rumah kaca," ujarnya dalam webinar Refleksi Banjir Jabodetabek: Strategi Tata Ruang dan Mitigasi Cuaca Ekstrem, belum lama ini.
Baca Juga:
BMKG: Hari Raya Idulfitri, Waspada Hujan Lebat di Dua Hari Lebaran
Dwikorita menjelaskan bahwa kenaikan suhu udara mempercepat siklus hidrologi. Dampaknya, cuaca ekstrem basah akan semakin basah, sementara cuaca ekstrem kering akan semakin kering.
Dalam paparannya, ia memaparkan tren peningkatan suhu di Jakarta dan sekitarnya sejak 1972. Saat itu, suhu rata-rata Jakarta berada di angka 28°C dan bertahan hingga 1982, meski batas atas dan bawah suhunya naik 0,4 hingga 0,5 derajat.
Pada 1997, suhu rata-rata meningkat menjadi 28,4°C, lalu naik lagi menjadi 28,5°C pada 2005, dan 28,7°C pada 2014.
Baca Juga:
BMKG Peringatkan Ancaman Gelombang Tinggi di Perairan Banggai Saat Mudik Lebaran
"Lompatan suhu ini sangat signifikan dalam waktu yang relatif singkat, dan ini menjadi salah satu penyebab utama peningkatan suhu udara permukaan di wilayah kita," tegasnya.
Ia juga menyoroti kenaikan konsentrasi gas rumah kaca seperti karbondioksida (CO₂) dan metana (CH₄) yang mempercepat pemanasan global.
Kenaikan suhu ini turut memicu pembentukan badai tropis di perairan Indonesia, yang sebelumnya jarang terjadi.