WahanaNews.co | Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto sempat menyebut nama Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka dan Menteri Sosial Tri Rismaharini berpeluang diajukan partainya pada Pilkada DKI mendatang.
"Bu Risma dalam kepemimpinan selama dua periode di Kota Surabaya mampu menunjukkan perubahan yang signifikan. Mas Gibran beliau sudah terpilih sebagai Wali Kota Solo tentu saja harus juga membuktikan bagaimana kepemimpinan Mas Gibran," kata Hasto kepada wartawan di Sekolah Partai DPP PDIP, Jakarta Selatan, kemarin.
Baca Juga:
Mata Pelajaran AI dan Aoding, Disebut Mendikdasmen Bakal Diajarkan Mulai Kelas 4 SD
Pengamat politik dan Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI), Karyono Wibowo menilai Gibran dan Risma menjadi dua nama potensial bisa diusung PDIP di Pilgub DKI. Baginya, kedua nama itu bisa dijadikan persiapan suksesi jangka panjang kader PDIP untuk maju di Pilpres 2029.
"Namanya obsesi proyeksi atau suksesi lah [bagi PDIP] ke depan, proyeksi politik ke depan ya, untuk siap kontestasi pada level nasional di Pilpres 2029. Wajar saja kalau ada niatan itu," kata Karyono, Sabtu (8/1).
Karyono mengatakan PDIP saat ini tengah melakukan investasi politik stok kadernya untuk maju tingkat nasional ke depan. Baginya, suksesi itu bisa dilakukan dengan menempatkan kader-kader potensial di posisi strategis. Salah satunya di jabatan Gubernur DKI Jakarta.
Baca Juga:
Gibran Terima Keluhan Publik, Hadirkan Posko Pengaduan dan Nomor WA Khusus
Baginya, posisi gubernur DKI Jakarta sangat 'seksi' ketimbang kepala daerah lain di Indonesia. Sebab, tokoh yang menempati posisi itu potensial menjadikan 'batu loncatan' untuk maju sebagai capres atau cawapres di Pilpres berkaca kasus Joko Widodo saat ini.
Sebelum menjadi Presiden, Jokowi sempat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta 2012-2014. Jauh sebelum itu, Ia sempat menjabat sebagai Wali Kota Solo.
"Nambah stok kader yang siap di usung dalam kontestasi politik nasional 2029 . Ya benar batu loncatan, kalau kita berkaca Pak Jokowi kan dari Wali Kota Solo, terus Gubernur DKI dan jadi presiden," kata dia.
"Artinya sudah punya modal sosial untuk maju capres-cawapres, sudah punya legasi dan record. Penjabat di DKI jakarta memang sebagai modal untuk berkontestasi di level nasional," tambah dia.
Meski demikian, Karyono mengatakan PDIP harus melihat pelbagai faktor untuk memutuskan kedua nama itu sebelum memutuskan Cagub DKI definitif. Baik dari sisi rekam jejak maupun elektabilitas tiap kadernya. Sebab, masyarakat di DKI Jakarta sendiri dinilai pemilih rasional.
"Tapi tergantung dinamika berkembang beberapa waktu ini. Apakah pertimbangan elektabilitas. Siapa dua kader itu yang punya probabilitas menang. Mana yang lebih tinggi elektabilitas Dari situ bisa dibaca dan di prediksi seberapa besar memenangkan kontestasi," kata Karyono.
Peneliti Politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati mengatakan PDIP kemungkinan sudah mempersiapkan skenario kedua tokoh itu untuk maju sebagai Capres di Pemilu 2029 mendatang.
Baginya, tokoh yang bisa menguasai Jakarta kemungkinan besar dapat menjadi pemimpin nasional.
"Karena lagi-lagi Jakarta jadi barometer politik Indonesia. Bila menguasai Jakarta bisa jadi pemimpin masa depan. Nah makanya dipersiapkan dari sekarang dengan menyiapkan dua kandidat itu," kata Wasisto.
Wasisto mengatakan baik Gibran dan Risma masuk dalam tahapan suksesi PDIP ke depan. Suksesi itu berguna untuk mempertahankan posisi PDIP mempertahankan kekuasaan.
Khusus untuk Gibran, kata Wasis, terus didorong oleh PDIP mengisi jabatan yang lebih tinggi selagi Jokowi masih berkuasa sebagai Presiden.
"Makanya kalau Jokowi gak berkuasa bisa saja citra Gibran memudar. Selagi Jokowi berkuasa dan Gibran masih ada kans ke depan didorong terus," kata Wasis.
Sementara Risma, PDIP menilai potensi Risma sebagai Menteri Sosial kurang maksimal saat ini. Sehingga, kursi sebagai Cagub DKI Jakarta dipercaya bisa memaksimalkan potensi Risma sebagai pemimpin.
"Sehingga wajar itu didorong jadi gubernur," kata Wasis. [bay]