WahanaNews.co | Gabungan
Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) mengaku galau jika harga kedelai terus menerus naik. Bahkan,
mereka mendapatkan informasi bahwa harga kedelai berpotensi meningkat hingga Mei
mendatang.
Baca Juga:
Kunjungi Lampung, Mendag Hadiri Gerakan Tanam Kedelai di Tanggamus
"Sesuai informasi teman-teman importir itu harga
kedelai akan naik terus sampai Mei 2021. Kalau naik lagi kami bingung
lagi," ujar Ketua Gakoptindo Aep Syaifudin dalam rapat bersama Komisi IV
DPR, Rabu (20/1).
Ia menyatakan harga kedelai sudah naik sejak akhir tahun
lalu. Rata-rata harga kedelai sejak Januari-September 2020 sebesar Rp6.750 per
kg.
"Ini masih ditambah ongkos angkut dari gudang Rp1.000
atau Rp1.500, bergantung jarak gudang itu ke tempat anggota kami, karena anggota
kami ada di Jakarta, Bogor, Cilacap, dan Jambi," kata Aep.
Baca Juga:
Turunkan Harga Kedelai, Mendag Ganti Selisih Harga
Harga kedelai dari importir naik sejak September 2020
menjadi sekitar Rp8.500 per kg. Namun, jika ditambah ongkos angkut menjadi
Rp9.200-Rp10.000 per kg.
"Waktu beli Rp6.750 per kg, biaya produksi itu sekitar
Rp3.000. Jadi modal Rp10 ribu, harga tempe Rp11 ribu-Rp12 ribu per kg. Lalu pas
harga kedelai naik, jadi lebih dari Rp9.000 maka biaya produksi kami menjadi
Rp13 ribu," jelas Aep.
Hal itu membuat perajin tahu dan tempe menjerit. Oleh kare
itu, Aep menyebut pihaknya sempat mogok produksi karena merugi.
Namun, setelah itu perajin pun terpaksa menaikkan harga tahu
dan tempe di pasar tradisional. Total kenaikannya sejauh ini maksimal 20
persen.
"Akhirnya pedagang di pasar mengerti kami yang tadinya
jual Rp10 ribu menjadi Rp12 ribu per kg, lalu Rp12 ribu menjadi Rp14 ribu, lalu
jadi Rp15 ribu per kg. Tapi kenaikan kami tidak seberapa, hanya maksimal 20
persen," kata Aep.
Ia mengaku penjualan tahu dan tempe sempat turun saat ada
kenaikan harga. Namun, saat ini penjualannya sudah kembali normal.
"Pertama-tama penjualan berkurang, sekarang sudah
normal," ucap Aep.
Sementara, ia mengaku lebih suka dengan kedelai impor.
Sebab, kualitasnya sesuai standar yang dibutuhkan pengrajin tahu dan tempe.
"Kalau lokal itu biji kedelai tidak standar, ada yang
besar dan kecil. Pas beli juga kotor, di dalam karung ada tanah, ranting,
daun," ujar Aep.
Ia mencontohkan 1 kg kedelai impor bisa digunakan untuk
membuat 1,8 kg tempe. Sementara, 1 kg kedelai lokal hanya cukup untuk membuat
1,4 kg-1,5 kg tempe.
"Mengembangnya beda, tapi masyarakat tidak
mengerti," imbuhnya.
Selain itu, pasokan kedelai impor selalu terjamin ketimbang
lokal. Selama ini, pasokan kedelai lokal tak pasti selalu ada.
"Padahal, kami tiap hari harus produksi. Kalau produksi
gunakan kedelai lokal, hari ini ada, besok tidak, jadi kami bingung,"
jelas Aep. [qnt]