WahanaNews.co | Hari Perempuan Internasional
dirayakan setiap 8 Maret.
Pada
perayaan Hari Perempuan Internasional 2021, tema yang diusung adalah Choose to Challenge atau "Memilih
untuk Menantang".
Baca Juga:
Perempuan Jadi Tulang Punggung Keluarga, Tren Baru di Indonesia
Baiq
Nuril adalah salah satu perempuan Indonesia yang berani memperjuangkan keadilan
untuk dirinya sendiri.
Kasus
Baiq Nuril menjadi perhatian publik. Ia adalah korban pelecehan. Namun, Baiq
Nuril malah ditetapkan sebagai tersangka kasus UU ITE.
Setelah
melewati perjuangan selama 7 tahun, ia akhirnya menerima amnesti yang
ditandatangani Presiden pada Senin (29/7/2019).
Baca Juga:
Lestari Moerdijat Ajak Perempuan Bersatu Hadapi Tantangan Ketimpangan
Berawal
dari Kasus Pelecehan
Kasus
Baiq Nuril berawal dari tahun 2012 lalu, saat ia bekerja sebagai pegawai honorer di
SMAN 9 Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Kala
itu, Nuril kerap menerima telepon dari Muslim, kepala sekolahnya yang selalu bercerita soal
hubungannya dengan wanita lain yang bukan istrinya.
Tak
hanya melalui telepon. Nuril juga sering dipanggil ke ruang kerja kepala
sekolahnya untuk mendengarkan hal yang sama saat kerja lembur.
Hal
tersebut membuat Nuril tertekan. Apalagi, kasak-kusuk menyebut jika Nuril
memiliki hubungan spesial dengan atasannya itu. Ia pun menampik isu tersebut.
Pada
Agustus 2012, sekitar pukul 16.30 Wita, Nuril secara diam-diam merekam pembicaraan Muslim yang
bercerita masalahnya yang mengandung unsur asusila.
Perekaman
itu ia lakukan untuk membuktikan bahwa ia tak memiliki hubungan spesial dengan
atasannya.
Rekaman
tersebut kemudian disimpan di ponsel milik Nuril.
Dua
tahun kemudian, tepatnya Desember 2014, Nuril didesak rekan-rekannya untuk menyerahkan
rekamannya.
Awalnya
ia menolak. Namun, karena dibujuk berkali-kali, ia pun menyerahkan ponsel
berisi rekaman tersebut kepada IM, salah satu rekannya.
IM dan
rekan guru kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Kepala Dinas Pendidikan, dan
rekaman perbincangan tersebut pun menyebar.
Alhasil,
karier Muslim sebagai kepala sekolah tamat. Ia dimutasi.
Muslim
marah, dan meminta istri dari Isnaini itu menghapus rekaman yang
ada di ponsel, laptop, maupun flashdisk.
Nuril pun dipecat dari pekerjaannya.
"Semua
sudah dihapus, flashdisk sudah
dibuang. Sudah damai waktu itu, cuma dia masih marah karena dimutasi itu.
Akhirnya dia melapor ke Polres Mataram. Dari Polres Mataram itulah di-BAP
semua," kata Isnaini, suami Nuril, 5 November 2017.
Bahkan, saat
sang kepala sekolah dimutasi, keluarga Nuril dan pihak sekolah ke rumah Muslim
untuk meminta maaf dan berdamai.
Muslim
memaafkan namun proses hukum terus berjalan. Nuril dilaporkan ke Polres Mataram
pada 17 Maret 2015 oleh Muslim atas dugaan pelanggaran UU ITE.
Akibat
laporan tersebut, Nuril harus menjalani pemeriksaan di kantor polisi, hingga
akhirnya resmi ditahan pada 27 Maret 2017.
Saat
Nuril ditahan, sang suami, Isnaini, terpaksa berhenti dari
pekerjaannya di salah satu rumah makan di Gili Trawangan, karena
harus mengurus ketiga buah hatinya yang masih kecil.
Beberapa
bulan setelah kejadian tersebut, mantan atasan Nuril naik jabatan menjadi
kepala bidang di salah satu dinas di Pemkot Mataram.
Jaksa
Ajukan Kasasi
Tim
hukum Nuril kemudian mengajukan surat penangguhan penahanan dengan alasan
kemanusian, karena Nuril memiliki tiga orang anak yang masih membutuhkan perhatian
dari orangtua.
Saat
itu, sudah ada 28 nama, baik dari lembaga maupun perorangan, yang bersedia menjadi penjamin
penangguhan penahanan untuk terdakwa Nuril.
27 Juli
2017, Nuril divonis bebas oleh PN Mataram dan tidak terbukti melanggar Pasal 27
Ayat 1 UU ITE.
Namun, jaksa
mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung pada 26 September 2018.
Mahkamah
Agung kemudian memutuskan Nurul bersalah melakukan tindakan pidana rekaman
perbincangan perbuatan asusila kepala sekolahnya.
Selain
itu, pada 16 November 2018, surat panggilan untuk Nuril
dikeluarkan. Dalam surat tersebut, Nuril harus menghadap Jaksa Penuntut Umum pada 21 November
2018.
Penolakan
Penahanan Bergulir Lagi
Gelombang
penolakan terhadap penahanan Nuril kembali bergulir di masyarakat.
Koalisi
Masyarakat Sipil Save Ibu Nuril membuat petisi daring di laman change.org terhadap Presiden RI Joko
Widodo untuk memberi amnesti bagi Baiq Nuril.
Petisi
tersebut digagas oleh sekelompok orang dengan berbagai latar belakang, termasuk
para artis dan aktivis.
Sementara
itu, di Mataram, tempat tinggal Nuril, seratusan simpatisan yang
tergabung dalam Solidaritas untuk Nuril, Minggu (18/11/2018), menggelar aksi
tolak eksekusi terhadap Nuril, di Jalan Udayana Mataram.
Dalam
aksi itu, Nuril turut hadir. Ia menangis saat berada di tengah-tengah massa
aksi yang mendukungnya.
19
September 2018, Nuril melaporkan Muslim, mantan atasannya yang saat itu
menjabat sebagai Kepala Bidang Pemuda dan Olahraga Kota Mataram ke polisi.
Muslim
kemudian diperiksa pada Selasa (27/11/2018) malam, selama 8 jam.
Sayangnya,
karena dinilai tak cukup bukti, laporan Baiq Nuril Maknun atas tindakan dugaan
pelecehan seksual secara verbal oleh mantan atasannya atau mantan kepala SMAN 7
Mataram, Muslim, ke Polda NTB itu dihentikan.
"Karena
minimnya saksi dan petunjuk yang dapat membantu mengungkap peristiwa
sebagaimana yang dilaporkan, sehingga perkara tidak dapat ditingkatkan ke
penyidikan," ujar Kasubdit IV Renakta Ditreskrimum Polda NTB, AKBP Ni Made
Pujawati, kepada wartawan usai gelar perkara terkait laporan
Nuril, Rabu (17/1/2018).
4 Juli
2019, Mahkamah Agung (MA) menolak PK yang diajukan Nuril dan kuasa hukumnya
pada 3 Januari 2019.
Surat
Amnesti
Pada
Senin (15/7/2019), Baiq Nuril mendatangi kompleks Istana Kepresidenan Jakarta untuk
menyerahkan surat pengajuan amnesti pada Presiden Jokowi.
Proses
panjang yang dilalui Baiq Nuril mencari keadilan kini telah terbayarkan dengan
mendapatkan amnesti yang diberikan oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi.
Amnesti
tersebut langsung diberikan Nuril di Istana Negara pada Sabtu (2/8/2019) lalu.
Amnesti
yang diberikan Presiden tersebut secara langsung menghapus vonis hukuman
bersalah terhadap Baiq Nuril yang dijatuhkan oleh Mahkamah Agung (MA) dengan
hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta.
Kini
Nuril tengah bernapas lega. Rasa lelah dan letih pengorbanan
Nuril mencari keadilan selama ini telah terhapuskan oleh amnesti.
Nuril
mulai membuka lembaran baru menentukan langkah berikutnya untuk masa depan
dirinya beserta keluarganya. [dhn]