WahanaNews.co | Pakar hukum
tata negara,
Margarito Kamis,
menyatakan bahwa Indonesia membutuhkan Pokok-pokok Haluan Negara atau
PPHNyang tertuang di dalam Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
Menurutnya, keberadaan
PPHN dalam konstitusi akan membuat arah pembangunan Indonesia tak lagi
bergantung pada sosok presiden dan kelompok dominan.
Baca Juga:
Wakil Ketua MPR: Belum Ada Fraksi yang Usul Amendemen UUD 1945
"Dengan ada PPHN,
presiden tidak bisa semau-maunya sendiri. Bangsa ini tidak menyerahkan diri
sepenuhnya kepada presiden seorang diri. Itu penting," kata Margarito, saat dihubungi wartawan, Senin (16/8/2021).
Dia menerangkan, UU
Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU
Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun
2005-2025 sebagai respons atas ketiadaan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)
yang telah dihapus dari UUD 1945 ternyata tidak berhasil menjadi solusi.
Menurutnya, implementasi
dua regulasi tersebut hingga hari ini telah menunjukkan bahwa Indonesia
membutuhkan PPHN yang dituangkan dalam konstitusi.
Baca Juga:
Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid Tegaskan Belum Ada Fraksi yang Usul Amendemen UUD 1945
"Itu karena kemarin
kita tidak punya GBHN akhirnya kita bikin UU tentang pokok-pokok pembangunan
jangka menengah dan panjang. Tapi itu menunjukkan kenyataannya kita membutuhkan
pokok-pokok pembangunan," ujar Margarito.
"Kenapa kita tidak
tuangkan itu dalam konstitusi supaya kita tidak bergantung pada kelompok
dominan saja," imbuhnya.
Margarito menegaskan,
PPHN dibutuhkan dalam sebuah negara yang yang menganut sistem presidensial
seperti Indonesia.
Dia berkata, PPHN akan
membuat arah pembangunan dalam lima atau 10 tahun mendatang tidak bergantung
pada seorang presiden saja.
"Dalam presidensial
sistem, semacam apa negara itu dalam lima atau 10 tahun kita tergantung pada
presiden seorang diri, itu berarti kita menyerahkan nasib bangsa ini kepada
presiden seorang diri," ujarnya.
Penyusunan PPHN ke dalam
UUD 1945 merupakan rekomendasi MPR periode 2014-2019.
PPHN sama seperti GBHN
yang fungsinya digantikan oleh UU Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan
UU Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025.
PPHN disebut akan memuat
arah kebijakan strategis yang menjadi arahan bagi penyusunan haluan pembangunan
oleh pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya yang berkesinambungan.
Wacana amendemen sendiri
telah bergulir sejak Jokowi memasuki periode kedua kepemimpinan sebagai
presiden atau 2019.
Namun, sejumlah kalangan
mengkhawatirkan amendemen UUD 1945 tidak dilakukan secara terbatas, melainkan
menyasar keberadaan pasal-pasal lain.
Salah satunya, terkait
masa jabatan maksimal seseorang menjabat presiden.
Sebelumnya, PPHN
disinggung dalam Sidang Tahun MPR.
Ketua MPR, Bambang Soesatyo alias Bamsoet menyatakan bahwa UUD 1945 memerlukan perubahan
terbatas untuk menambah kewenangan MPR menetapkan PPHN.
"Oleh karenanya
diperlukan perubahan secara terbatas terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya penambahan wewenang MPR untuk
menetapkan PPHN," katanya.
Sementara itu, Ketua DPD, La Nyalla Mattalitti, menyatakan,
DPD mendukung penetapan PPHN dalam konstitusi Indonesia lewat amendemen UUD
1945.
"Oleh karena itu,
DPD mendukung adanya Pokok-Pokok Haluan Negara atau PPHN dalam Konstitusi
kita," tuturnya.
Melalui PPHN, dia
menyatakan, Indonesia harus mampu merumuskan kedaulatan energi, kemandirian
pangan, ketahanan sektor kesehatan, sosial, ekonomi, dan pertahanan keamanan
bangsa.
Termasuk, kesejahteraan
dan kemakmuran daerah di seluruh Indonesia.
Dalam kesempatan yang
sama, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengapresiasi rencana
MPR yang hendak mengkaji subtansi PPHN dalam amendemen UUD 1945 sebagai langkah
pembangunan Indonesia secara berkesinambungan.
"Agenda MPR untuk
mengkaji substansi dan bentuk hukum Pokok-pokok Haluan Negara juga perlu
diapresiasi untuk melandasi pembangunan Indonesia yang berkelanjutan lintas
kepemimpinan," kata Jokowi. [dhn]