Sehingga, jumlah daerah tertinggal tersebut akan melebihi
target dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun
2020-2024 yakni sebanyak 25 kabupaten tertinggal.
Adapun untuk angka proyeksi kabupaten tertinggal yang akan
terentaskan tersebut setiap tahunnya yakni pada 2020 sebanyak 5 kabupaten
(Kabupaten Kupang, Nabire, Supiori, Musi Rawas Utara dan Donggala), 6 kabupaten
di 2021 (Kabupaten Sumba Timur, Pesisir Barat, Kepulauan Mentawai, Sigi,
Kepulauan Sula dan Boven Digul), 7 kabupaten di 2022 (Kabupaten Lombok Utara,
Sumba Barat, Belu, Maluku Tenggara Barat, Tojo Una-una, Teluk Bintuni, Keerom),
6 kabupaten di 2023 (Kabupaten Alor, Lembata, Malaka, Maluku Barat Daya, Sorong
Selatan dan Manokwari Selatan) dan 8 kabupaten di 2024 (Kabupaten Timur Tengah
Selatan, Rote Ndau, Sumba Tengah, Kepulauan Aru, Seram Bagian Barat, seram
bagian Selatan, Teluk Wondama dan Sorong).
Baca Juga:
Perebutan Kursi Senayan di Jawa Timur: Pertarungan Sengit Antara Petahana dan Pendatang Baru
Sementara itu, mengenai pembinaan daerah tertinggal yang
terentaskan di tahun 2019 yakni sebanyak 62 kabupaten masih akan terus
dilakukan pembinaan oleh kementerian/lembaga dan pemda provinsi selama 3 tahun
sejak ditetapkannya sebagai daerah yang sudah terentaskan.
Dalam pembinaannya tersebut, Gus Halim telah menetapkan
Permendesa PDTT nomor 5 tahun 2020 tentang pembinaan daerah tertinggal
terentaskan sebagai acuan terkait dalam penyelenggaraan pembinaan daerah
tertinggal terentaskan.
Regulasi ini bertujuan untuk memberikan arahan
dalam penyelenggaraan pembinaan daerah tertinggal terentaskan, guna mewujudkan
konsep pembinaan dalam kerangkan pembangunan yang berkelanjuran, kemandirian
dan peningkatan produktivitas daerah sehingga mendukung tercapainya tujuan
pembangunan nasional. [jef]