WahanaNews.co | Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah disebut sebagai menteri 'terburuk' sepanjang sejarah RI.
Hal itu disampaikan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal. Said menilai berbagai kebijakannya banyak merugikan pekerja atau buruh.
Baca Juga:
Terkait Kekerasan Seksual, Menaker: Semua Perusahaan Harus Membuat Satgas!
"Menteri terburuk sepanjang republik ini adalah menteri ketenagakerjaan," ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (15/2).
Said menggarisbawahi alasan ia menilai demikian karena beragam kebijakan yang dikeluarkan Ida cenderung memberatkan buruh. Bukan atas dasar kepribadian.
"Menyakitkan sekali karakter menteri tenaga kerja ini dalam kebijakannya, bukan pribadinya, beliau adalah pribadi yang hangat dan sederhana," sambungnya.
Baca Juga:
Menaker: Pengesahan RUU PPRT Dikebut untuk Lindungi PRT
Ia menuturkan beragam kebijakan yang Ida keluarkan sudah sering menyakiti hati para buruh antara lain Omnibus Law, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang pengupahan.
"Tidak ada kenaikan upah minimum, kalau pun naik hanya setengah harga toilet umum sekitar Rp1.250," sambung Said.
Yang terbaru, Ida mengeluarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).
Dalam aturan tersebut, peserta BPJS Ketenagakerjaan baru bisa menerima dana JHT secara penuh ketika mereka berusia 56 tahun.
Said menilai, kebijakan tersebut merugikan buruh. Sebab, dana JHT sangat dibutuhkan oleh buruh jika mereka berhenti bekerja atau pun pensiun dini untuk bertahan hidup.
Wartawan sudah meminta tanggapan terhadap Ida terkait julukan itu. Namun hingga berita diturunkan, yang bersangkutan belum memberikan responsnya.
Namun yang pasti, Senin (14/2) kemarin, Ida menjelaskan terbitnya Permenaker No 2 Tahun 2022 telah sejalan dengan tujuan JHT, yaitu melindungi peserta saat menginjak masa tua dan tidak lagi produktif.
Jika dapat dicairkan saat usia produktif, maka program tak sesuai dengan tujuan perlindungan hari tua.
Ia juga mengklaim permenaker telah melalui proses panjang pembahasan dengan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), forum kerja sama tripartit nasional, dan rapat KL dalam rangka koordinasi dan harmonisasi.
Tidak hanya itu, lahirnya Permenaker tersebut juga didasari oleh perundang-undangan yang lebih tinggi, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua.
Kemudian, UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). "Kalau dilihat dari hierarki perundang-undangan, maka Permenaker ini harusnya sebagai dilihat satu kesatuan dengan semua perundang-undangan yang mengatur JHT, mulai dari UU juga Peraturan Pemerintah," kata dia. [bay]