“Biomassa dan PHES dapat digunakan sebagai sumber-sumber pelengkap untuk mengatasi masalah intermitensi dan variabilitas dari energi surya, angin, dan air,” tutur Peneliti Senior dan Penulis Utama Kajian Beyond 443 GW Indonesia’s infinite renewable energy potentials Handriyanti Diah Puspitarini “Hasil hitungan kami menunjukkan potensi biomassa mencapai 30,73 gigawatt, namun efisiensinya hanya 20 sampai 35 persen sehingga memerlukan PHES,” sambung Handriyanti.
Kajian Beyond 443 GW Indonesia’s infinite renewable energy potentials juga memuat data potensi teknis surya, angin, air, biomassa, dan PHES secara rinci di 34 provinsi di Indonesia.
Baca Juga:
APLSI dan IESR Siap Ambil Bagian dalam Transisi Energi
Data ini dapat digunakan oleh pemerintah pusat dan provinsi untuk lebih gencar mempromosikan dan mengembangkan proyek energi terbarukan yang terdesentralisasi sesuai potensi terbesarnya, namun saling terhubung antar-pulau dan provinsi untuk menyeimbangkan pasokan energinya.
“Peta potensi energi terbarukan dapat dikembangkan lebih lanjut dengan mempertimbangkan biaya .Sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih jelas kepada para pemangku kepentingan tentang lokasi energi terbarukan yang optimal untuk dikembangkan," ujar Handriyanti.
"Selanjutnya, pengembangan energi terbarukan dapat diwujudkan dengan dukungan kebijakan dan regulasi yang tepat,” tambah Handriyanti.
Baca Juga:
IESR: Pengelolaan Panas Bumi Vital untuk Capai NZE
Melalui kajian ini, IESR juga memberikan empat rekomendasi kepada pemerintah.
Pertama, memperbaiki data potensi energi terbarukan yang menjadi acuan perencanaan di sektor energi dan pembangunan, serta melakukan tinjauan secara berkala seiring dengan semakin matangnya teknologi energi terbarukan.
Kedua, pemerintah maupun para ahli perlu melengkapi peta potensi teknis dengan analisis singkat mengenai intermitensi, variabilitas, serta kesiapan jaringan, termasuk prediksi kondisi di beberapa tahun ke depan.