WahanaNews.co | Indonesia siap menggelar The Fourth Meeting of the Conference of Parties (COP-4) Konvensi Minamata, sebagai bagian dari upaya pemerintah mengatasi permasalahan merkuri.
Hal itu disampaikan Presiden COP-4 Konvensi Minamata sekaligus Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Beracun dan Berbahaya (PSLB3), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rosa Vivien Ratnawati.
Baca Juga:
Awas! 6 Produk Kosmetik Sulsel Terbukti Mengandung Merkuri
Kesiapan Indonesia menjadi tuan rumah itu disampaikan Presiden COP-4 Konvensi Minamata, Rosa Vivien Ratnawati dalam media briefing yang digelar secara hybrid (daring dan luring) di kantor KLHK, Jakarta, Selasa (26/10).
"Tujuan konvensi adalah melindungi kesehatan manusia dan keselamatan lingkungan, dari emisi dan lepasan akibat Merkuri dan senyawa Merkuri, yang berasal dari kegiatan manusia. Konvensi tersebut memiliki mandat untuk pembatasan, pengendalian, dan penghapusan penggunaan merkuri," ujar Vivien.
Vivien yang juga Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Beracun dan Berbahaya (PSLB3), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tersebut menambahkan, bahwa penyelenggaraan COP-4 Konvensi Minamata tahun ini akan diselenggarakan secara 2 tahap.
Baca Juga:
Bahaya Penggunaan Merkuri pada Konsumen: Ancaman Tersembunyi dalam Produk Sehari-hari
Tahap pertama, yaitu COP-4.1 akan diselenggarakan secara online/daring pada 1-5 November 2021, atau disebut Online Segment. Kemudian tahap kedua, COP-4.2 In-Person Segment rencananya akan diselenggarakan secara tatap muka/luring pada 21-25 Maret 2022 di Bali.
"Jika tidak ada halangan, rencananya konvensi akan digelar di Bali pada 21 sampai 25 Maret tahun 2022," ujar Vivien.
Vivien menegaskan pelaksanaan mandat tersebut meliputi pengaturan sumber pasokan dan perdagangan merkuri, pengaturan produk-produk mengandung merkuri, pengaturan Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK), pengaturan limbah, lahan terkontaminasi dan produksi yang menggunakan senyawa merkuri.
Dia menambahkan, komitmen Indonesia bisa dilihat dari tahun 2017, di mana presiden menandatangani Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Konvensi Minamata. Kemudian juga Penerbitan Perpres Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional pengurangan dan Penghapusan Merkuri, dan Penerbitan Permen LHK Nomor 81 tahun 2019 tentang Pelaksanaan Perpres Nomor 21 Tahun 2019.
"Pada agenda COP-4.2, akan dibahas pemutakhiran daftar barang-barang mengandung merkuri yang harus dilarang, Perkembangan pedoman penyusunan national action plan sektor PESK dan yang tidak kalah pentingnya adalah Pembahasan kode tarif khusus untuk produk-produk mengandung merkuri," ujar Vivien.
Berantas Perdagangan Merkuri Ilegal
Staf Ahli Kementerian Luar Negeri Bidang Hubungan Antar Lembaga, Muhsin Syihab menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia saat ini tengah menggalang dukungan untuk merealisasikan Deklarasi Bali.
"Tujuan dari Deklarasi Bali, adalah menghilangkan perdagangan ilegal merkuri dunia, membantu industri melakukan proses yang berkelanjutan dan aman. Jika disetujui, Deklarasi Bali akan berdampak sistemik dan global," kata Muhsin.
Muhsin menjelaskan lebih lanjut, apabila keadaannya memungkinkan sehingga konvensi dapat digelar di Bali tahun depan secara daring dan secara luring, maka acara tersebut merupakan acara pertama pertemuan internasional yang digelar setelah pandemi Covid-19. Tentunya konvensi tersebut dapat membuktikan kepada dunia, keberhasilan Indonesia menangani pandemi.
"Presidensi Indonesia dan ketuanrumahan COP-4 Minamata adalah tanggung jawab besar Indonesia. Banyak ekspektasi, harapan untuk Indonesia. Pemerintah Indonesia harus kawal terus, implementasi Konvensi dan Deklarasi Bali," ujar Muhsin. [rin]