WAHANANEWS.CO, Jakarta – Kisruh antara penyanyi dengan penulis lagu di industry musik Indonesia, membuat mantan suami Sophia Latjuba, Indra Lesmana menyampaikan pandangannya melalui unggahan Instagram Story terbaru miliknya.
Musisi 58 tahun itu memulai pernyataannya dengan menyorot fenomena yang terjadi sebelum era digital menguasai industri musik.
Baca Juga:
Geliat Ekonomi Kreatif Kampung Sunda Bali di Bulan Ramadan
“Dulu sebelum era digital/streaming, penyanyi bisa menikmati royalti dari artis royalti dan pencipta lagu dari royalti mechanical yang dihitung dari setiap penjualan Kaset/CD (walaupun royalti untuk pencipta lagu ini sangat kecil dan dibuat ketentuan standar oleh beberapa major label, dan masih dipotong 50% jika dikelola oleh publisher),” tulis Indra, mengutip pernyataannya, Jumat (14/3/2025).
Namun, Indra melihat kondisi saat ini berbeda.
Ia menyebut penghasilan rata-rata musisi Indonesia dari penjualan CD atau bahkan digital tidak bisa diandalkan, apalagi untuk membiayai anak sekolah.
Baca Juga:
Pakai Daster Istri, Begini Trik Kabur Pengedar Sabu yang Bikin Polisi Garuk Kepala
Di era digital seperti saat ini, justru ketimpangan antara penyanyi dan pencipta lagu justru sangat terlihat.
Oleh karenanya, Indra melihat wajar jika para pencipta lagu ingin mendapat hak dari penggunaan lagu ciptaannya.
“Kini di era digital, seorang penyanyi tetap perlu merilis album/single dan tetap butuh lagu baru dari pencipta lagu agar bisa mendapatkan pekerjaan dan mendapatkan penghasilan sebagai penyanyi/performer,” ujar Indra.
Untuk itu, tidak berlebihan rasanya jika pencipta mencoba memperjuangkan hak ekonomi dan moral atas pemanfaatan propertinya.
Adanya izin dan kesepakatan penggunaan lagu antara pencipta lagu dengan penyanyi untuk setiap pertunjukan komersial akan membuat kehidupan musik yang lebih sehat.
“Inisiasi penyanyi untuk berdialog dan mendapatkan izin dari pencipta lagu adalah tindakan yang terpuji,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Indra juga menyorot keberadaan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMK).
Ia merasa akan lebih baik jika LMK menghormati upaya pencipta lagu yang menginginkan direct license.
“LMK sebagai institusi yang memiliki hubungan kemitraan dengan pencipta lagu, sebaiknya dapat turut menghargai langkah ‘Direct Licensing khusus pertunjukan’ yang diajukan pencipta lagu. Hal ini sudah berjalan di beberapa negara, dimana lagu bisa di ‘Opt Out’(dikeluarkan/tidak dimasukan) dalam perjanjian antara Pencipta (pemberi kuasa) dan LMK (yang diberi kuasa) untuk tidak meng-collect royaltinya saat di pertunjukan secara live, sehingga pengguna harus menghubungi pencipta secara langsung,” kata Indra.
“Sementara di luar lagu yang di opt-out, LMK masih tetap dapat menjalankan fungsinya menghimpun royalti performing rights dalam bentuk blanket (karaoke, hotel, cafe, restoran, radio, tv, dll).” imbuhnya dikutip dari VOI.
[Redaktur: Zahara Sitio]