WahanaNews.co | Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito membeberkan alasan pihaknya tidak melakukan pemeriksaan dan pengawasan secara menyeluruh terhadap bahan baku ataupun kandungan obat sirop di dalam negeri.
Menurut Penny, jaminan keamanan produk di Indonesia bukan hanya kewajiban BPOM. Ia menyebut, berdasarkan temuan BPOM, bahan baku obat sirop yang belakangan teridentifikasi bermasalah ternyata tidak melalui izin BPOM.
Baca Juga:
Polda Sulsel Tetapkan Tiga Tersangka Peredaran Kosmetik Berbahaya di Makassar
"Bahan baku pada umumnya masuk melalui SKI (Surat Keterangan Impor) BPOM. Khusus untuk pelarut propilen glikol (PG) dan polietilen glikol (PEG) ini masuknya tidak melalui SKI BPOM, tapi melalui Kementerian Perdagangan, nonlarangan dan pembatasan (lartas)," kata Penny dalam Rapat Kerja bersama Komisi IX, Rabu (2/11).
Penny menjelaskan dalam teknis pengawasan, BPOM melakukan pemeriksaan pada bahan baku pharmaceutical grade yang masuk kategori lartas.
Barang-barang tersebut harus mendapatkan izin BPOM baru boleh masuk ke Indonesia. Ia juga menyebut pengawasan terhadap barang-berang itu sejauh ini sudah dilakukan secara ketat.
Baca Juga:
Awas! 6 Produk Kosmetik Sulsel Terbukti Mengandung Merkuri
Sementara bahan pelarut seperti PG dan PEG merupakan bahan pelarut yang diimpor melalui kategori non-lartas, sehingga bukan masuk pemeriksaan BPOM, melainkan Kementerian Perdagangan.
Penny mengatakan bahan baku seperti kedua senyawa zat pelarut tersebut tidak masuk pharmaceutical grade, melainkan technical grade. Zat-zat tersebut bisa saja dipakai dalam industri cat hingga tekstil.
Ia lantas mengakui terdapat indikasi yang mengarah pada perubahan baku obat sebagai penyebab ditemukannya kandungan cemaran etilen glikol (EG) dalam sejumlah obat sirop yang beredar di Indonesia. Hal itu karena zat pelarut non-pharmaceutical grade lebih murah dan mudah didapatkan.
"Ada perbedaan sangat besar antara bahan baku dalam bentuk pharmaceutical grade dengan bahan baku yang hanya untuk industri kimia lainnya. Tentunya perbedaan harga ini dapat dimanfaatkan oleh para penjahat itu," ujar Penny.
Selain itu, Penny mengatakan BPOM tidak bisa mengawasi produk obat jadi yang tercemar senyawa kimia tersebut karena belum ada standar yang berlaku.
"Kami tidak bisa melakukan pengawasan produk jadi dengan kandungan cemaran tersebut, karena belum ada standar yang ada. Dan itu berlakuinternasional," ucapnya.
Saat ini, BPOM bersama Bareskrim Polri telah menindaklanjuti temuan hasil pengawasan dengan melakukan operasi bersama terhadap dua industri farmasi, yaitu PT Yarindo Farmatama (PT Yarindo) dan PT Universal Pharmaceutical Industries (PT Universal).
Kedua industri farmasi itu disebut telah menggunakan bahan baku pelarut PG dalam produksinya, serta temuan produk jadi yang mengandung EG dan DEG melebihi ambang batas.
Temuan tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan melalui sejumlah karyawan, dokumen, sarana, dan produk terhadap dua industri farmasi itu.
Selain itu, BPOM menyatakan tiga produk obat sirop PT Afi Farma Pharmaceutical Industry juga mengandung EG dan DEG yang melebihi ambang batas aman tidak lebih dari 0,1 persen.[zbr]