WahanaNews.co | Majelis Ulama indonesia (MUI) Pusat menekankan penetrasi MUI ke media digital bukanlah untuk membuat buzzer. Lantaran berlawanan dengan sikap MUI yang tegas menyatakan bahwa buzzer haram.
Wakil Ketua Komisi Infokom MUI Pusat, Ismail Fahmi mengatakan, bahwa koordinasi dengan MUI DKI Jakarta akan terus dilakukan.
Baca Juga:
Pembuktian Sulit, Mahfud Akui Kesulitan Tindak Buzzer
"Apa yang dilakukan MUI DKI seharusnya tidak membuat buzzers. Kita akan komunikasi lah. Karena buzzers tidak perlu sama sekali dan MUI sudah menyatakan kalau profesi buzzers itu kan haram," ujar dia, Minggu (21/11).
Pembentukan Cyber Troops oleh MUI DKI pun seharusnya bukan untuk membentuk buzzer. Lantaran buzzer selalu mengambil posisi untuk membela satu pihak dan menyerang pihak yang lain.
"Kalau saya pribadi malah menyarankan, saya tekankan baik di pusat maupun di daerah tidak boleh membentuk buzzers. Tidak perlu membuat buzzers. Buzzers itu biasanya di satu sisi kakinya. Dia menyerang sisi yang lain," tegas dia.
Baca Juga:
Bamsoet: Humas Kementerian Jangan Kalah Gesit oleh Buzzer
"Sementara garis dakwah yang dicanangkan oleh Ketua MUI KH. Akhyar, merangkul tidak memukul. Jadi beda. Buzzers itu memukul sifatnya. Kita tidak memukul kita merangkul. Makanya cukup yang dilakukan oleh MUI baik Pusat dan daerah ini yang kita lakukan," tandasnya.
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta KH Munahar Muchtar menyatakan pembentukan pasukan siber untuk melawan "buzzer" yang menyerang ulama dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, tidak terkait dengan dana hibah Rp 10,6 miliar.
"Kami membentuk pasukan siber karena saat ini marak informasi hoaks yang dapat memecah belah umat, terutama umat Islam dan ulama," kata KH Munahar Muchtar.