WahanaNews.co, Jakarta - Anggota DPD DKI Jakarta sekaligus Guru Besar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie melempar wacana pembubaran DPD.
Ia mengusulkan untuk memasukkan perwakilan daerah yang kini ada di DPD ke dalam DPR sebagai perwakilan daerah.
Baca Juga:
Ditempatkan di Komite II, Komeng Bingung: Berharap Seni Budaya, Kok Jadi Pertanian?
"Bisa enggak dia bubar saja lah? Karena adanya sama dengan tiadanya. Dibubarin saja gitu loh. Masukkan dia di struktur DPR supaya wakil daerah," kata Jimly di kompleks parlemen, Senayan, Rabu (16/08/23).
Jimly menegaskan pentingnya penataan kembali lembaga perwakilan di Indonesia. Ia menyebut Indonesia merupakan satu-satunya negara di dunia yang memiliki tiga lembaga perwakilan atau trikameral.
Ia menyebut Indonesia harus mempertimbangkan untuk menerapkan sistem bikameral dengan tambahan satu fraksi yang mewakili golongan.
Baca Juga:
ReJO Pro Gibran Ucapkan Selamat atas Terpilihnya Sultan Nadjamuddin jadi Ketua DPD RI
"Nah, bisa enggak ini dipikir ulang. Cukup dua saja. ada MPR upper house, ada DPR lower house. MPR ditambah satu fraksi namanya perwakilan golongan," ucap dia.
Jimly merasa selama empat tahun jadi anggota DPD tak ada kewenangan yang kuat. Mereka hanya bisa memberikan saran dan pertimbangan, tetapi usulan itu tak pernah didengarkan.
Oleh karena itu, ia mendorong agar DPD dimasukkan ke dalam struktur DPR agar perwakilan daerah turut berperan dalam fungsi-fungsi yang melekat di DPR.
"Masukkan dia di struktur DPR supaya wakil daerah, aspirasi daerah ikut memutus semua fungsi legislasi, fungsi pengawasan, dan fungsi anggaran negara," ujarnya.
Jimly lantas mengungkit perbedaan komponen MPR sebelum dengan sesudah amendemen konstitusi. Sebelum amendemen, MPR terdiri dari perwakilan politik, daerah, dan golongan.
Namun, usai reformasi konstitusi pada 1999-2002 silam, komponen MPR berubah. Menurutnya, perwakilan golongan kini jadi tak terwakilkan lagi.
"Misalnya ormas-ormas, ormas keagamaan, ormas perempuan, ormas pendidikan, ormas apa lagi dan masyarakat adat. Itu tidak terwakili," tegas dia.
Belakangan isu amendemen konstitusi kelima merebak. Hal itu pertama kali diungkapkan oleh para pimpinan MPR.
Mereka mengusulkan untuk memasukkan aturan soal pelaksanaan pemilu dalam keadaan darurat.
Setelah itu, isu lain pun turut mencuat. Salah satunya, isu pengembalian posisi MPR sebagai lembaga tertinggi negara dan dapat memilih presiden.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]