WahanaNews.co, Jakarta - Menteri Sosial Tri Rismaharini mengaku tidak mengetahui tentang kasus dugaan korupsi pengadaan bantuan sosial presiden tahun 2020 yang saat ini sedang diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Risma menjelaskan bahwa selama masa jabatannya sebagai Menteri Sosial, tidak ada program bantuan seperti itu.
Baca Juga:
Penuh Khidmad Polresta Jambi Gelar Upacara dan Syukuran HUT Ke-78 Bhayangkara
"Aku tidak terlibat dalam jenis bantuan seperti itu. Aku sudah menjelaskan di sidang MK bahwa program tersebut tidak ada," ujar Risma kepada wartawan di Pusdiklat Kemensos, Jakarta, Jumat (28/6/2024).
Ia juga menegaskan bahwa dirinya tidak berniat untuk menyalurkan jenis bantuan tersebut, karena hal itu merupakan temuan dari BPK.
"Saya memang tidak mau terlibat karena BPK telah menemukan masalah tersebut. Sejak awal saya menjabat sebagai menteri, program itu sudah tidak ada," jelas Risma.
Baca Juga:
Dugaan Korupsi Bansos Banpres KPK Perkirakan Rugikan Negara Rp125 Miliar
Namun, Risma menyatakan kesediaannya untuk bekerja sama dengan penyidik KPK jika ada pemeriksaan di Kantor Kemensos.
"Dulu, saat KPK melakukan pemeriksaan, saya sendiri yang menjemput penyidik ke Kantor Kemensos," kata Risma.
Seperti diketahui, KPK sedang menyelidiki dugaan korupsi dalam pengadaan bantuan sosial presiden untuk penanganan Covid-19 di wilayah Jabodetabek pada tahun 2020 di Kementerian Sosial.
“Kasus ini berhubungan dengan pengembangan perkara distribusi bansos yang baru-baru ini diputus oleh Pengadilan Tipikor. Kasus ini terkait dengan pengadaan bantuan sosial Presiden untuk penanganan Covid-19 di Jabodetabek pada tahun 2020,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (25/6/2024).
Tessa menambahkan bahwa pengadaan bansos presiden tahun 2020 adalah pokok perkara dalam kasus ini, meskipun dia belum menjelaskan secara rinci mengenai kasus tersebut.
Kasus ini juga berhubungan dengan beberapa perkara lain di Kemensos, termasuk vonis enam tahun penjara untuk mantan Dirut PT Bhanda Ghara Reksa Persero, Kuncoro Wibowo, dalam kasus korupsi penyaluran bansos beras. Ivo Wongkaren, yang juga terlibat dalam kasus ini, dijatuhi hukuman delapan tahun penjara.
Ada juga perkara lain yang berproses di pengadilan dengan enam terdakwa, ini terkait korupsi PKH. Sementara bansos presiden ini kasus baru lagi.
“Terkait masalah apakah penyidikan bansos dengan sprindik 44 ini dimulai dari fakta persidangan perkara Ivo yang sudah putus? Sebenarnya tidak. Karena pada saat perjalanan penyidikan perkara yang sudah putus itu, simultan juga penyelidikan perkara ini dimulai, berjalan,” jelas Tessa.
“Jadi ini tidak bergantung kepada adanya fakta persidangan beberapa kerugian negara atau konversi kerugian negara yang harus dikembalikan oleh tersangka IW,” ucapnya.
Presiden Jokowi Dukung Proses Hukum
Sementara, Presiden Joko Widodo (Jokowi) buka suara terkait dugaan korupsi bantuan sosial atau bansos presiden yang terjadi pada tahun 2020 lalu.
Jokowi menilai kasus dugaan korupsi bansos presiden ini adalah upaya tindak lanjut dari kasus yang sudah terjadi sebelumnya.
Sehingga ia meminta agar kasus ini bisa diproses sesuai dengan kewenangan aparat hukum.
Termasuk diproses dan ditindaklanjuti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal tersebut diungkap Jokowi saat melakukan kunjungan kerja di Kalimantan Tengah, Kamis (27/6/2024).
"Saya kira itu tindak lanjut dari peristiwa yang lalu ya."
"Silakan diproses hukum sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh aparat hukum," kata Jokowi dalam keterangan persnya di RSUD Tamiang Layang, Barito Timur, Kalimantan Tengah, Kamis (27/6/2024).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperkirakan kasus korupsi bantuan sosial presiden tahun 2020 tersebut menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 125 miliar.
"Kerugian sementara Rp 125 miliar," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto kepada wartawan, Rabu (26/6/2024).
"Kurang lebih, ya. Perhitungan kerugian negaranya kan saat ini masih berjalan," imbuh dia.
Menurut Tessa, dalam kasus ini diduga terjadi pengurangan kualitas komponen bantuan sosial untuk kepentingan pribadi. Ia menegaskan bahwa kasus tersebut sedang dalam tahap penyelidikan.
Kasus ini berbeda dengan yang melibatkan mantan Mensos Juliari Peter Batubara atau bantuan sosial beras (BSB) untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH).
Namun, kasus ini terungkap saat KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap pejabat Kemensos yang menyeret Juliari pada 2020.
Dugaan korupsi bantuan presiden juga muncul dalam dakwaan kasus distribusi BSB di Kemensos yang melibatkan pengusaha Ivo Wongkaren. BSB ditujukan untuk 10 juta KPM PKH pada 2020 guna mengurangi dampak pandemi Covid-19, direncanakan berlangsung Agustus hingga Oktober 2020.
Bersamaan dengan itu, Kemensos melaksanakan program bantuan presiden di wilayah Jabodetabek. Ivo Wongkaren terlibat sebagai vendor melalui PT Anomali Lumbung Artha (ALA).
Ia kini menjadi tersangka dalam kasus bantuan presiden yang sedang diselidiki KPK.
Menurut dakwaan jaksa KPK, PT ALA mendapat paket pekerjaan bantuan presiden dengan jumlah lebih besar dibanding vendor lain.
Ivo telah dinyatakan bersalah dalam kasus distribusi BSB untuk KPM PKH Kemensos dan dijatuhi hukuman 13 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, serta kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 120.118.816.820.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]