WahanaNews.co | Presiden Joko Widodo alias Jokowi memutuskan melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng mulai Kamis 28 April 2022, sampai batas waktu yang akan ditentukan kemudian.
Keputusan ini menarik banyak perhatian, mulai dari akademisi, politikus, juga para aktivis.
Baca Juga:
Sumatera Bakal Miliki 3 Pabrik Minyak Alternatif Migor
Denny Siregar, misalnya, aktivis sekaligus pegiat medsos menyebut "Jokowi dan rakyat menang melawan pengusaha sawit besar 1-0," sebagaimana diunggah akun YouTube CokroTV, dan dikutip WahanaNews pada Selasa (26/4/22).
Menurut Denny, permasalahan minyak goreng mahal itu bukan masalah mafia pangan saja, tapi juga kebutuhan dunia yang sedang tinggi-tingginya terhadap sawit.
“Sawit di Indonesia adalah bahan utama untuk minyak goreng, maka ketika sawit kita diekspor besar-besaran supaya pengusaha bisa dapat cuan gede, kebutuhan dalam negeri jadi kurang diperhatikan, sehingga harganya jadi mahal,” kata Denny.
Baca Juga:
Saat Menjadi Saksi, Pejabat Bea Cukai Ini Beberkan Soal Realisasi Kuota Ekspor CPO Migor
Menurut Deny, seharusnya pengusaha yang mau ekspor harus memenuhi dulu kebutuhan dalam negeri, dan itu sudah diatur oleh pemerintah lewat Domestic Market Obligation (DMO).
Ambil contoh, seorang pengusaha sawit yang kapasitas produksinya 100 ton, kewajiban untuk memasarkan pruduknya sebesar 20 % atau 20 ton, untuk menjaga pasar dalam negeri supaya tetap stabil.
“Tetapi karena ingin dapat cuan gede dari ekspor, pengusaha kerjasama dengan Dirjen Perdagangan pembuat kebijakan ekspor, supaya mereka tidak perlu memenuhi kuota dalam negeri sebagai syarat ekspor. Itulah kenapa mereka ditangkap Kejaksaan Agung, karena mereka korupsi kebijakan,” paparnya.
Jokowi pun, sambung Denny, langsung memerintahkan Menteri Perdagangan menghentikan semua ekspor sawit mulai tanggal 28 April nanti.
Para pengusaha yang berharap mendapatkan cuan besar dari ekspor ini, harus gigit jari karena keputusan Jokowi. Mereka harus merevisi hubungan kerjasama mereka dengan para trader di luar negeri.
Bisa jadi para pengusaha sawit itu juga rugi besar. Karena harus membayar denda pembatalan ekspor dengan tradernya.
Banyak pengusaha dan politikus yang mengkritik kebijakan Jokowi, dan menganggapnya merugikan negara, karena hilangnya potensi pendapatan puluhan triliun rupiah dari penjualan sawit ke luar negeri.
“Ketika Indonesia stop ekspor, Malaysia kegirangan, karena merupakan eksportir sawit terbesar kedua di dunia. Tapi begitulah Jokowi. Dia harus memastikan, bahwa di negara produsen sawit terbesar di dunia ini, haruslah paling murah juga sedunia,” sebut Denny.
Denny memaparkan, banyak orang mengira bahwa Jokowi kompromi dengan oligarki ekonomi.
Tetapi keputusannya melarang ekspor sawit sampai harga minyak goreng nanti sampai murah, adalah bukti kuat kalau Jokowi tidak bisa dinego, tidak bisa dibeli.
Keputusan besar Jokowi untuk menghentikan ekspor minyak goreng ini memperlihatkan sikap prorakyat. Jokowi ingin rakyat menikmati minyak goreng murah, karena itu sudah jadi kebutuhan pokok sehari-hari.
“Lebih baik mereka fokus membuat minyak goreng murah dulu di dalam negeri, supaya keputusan larangan ekspor itu dicabut. Jokowi dan rakyat menang melawan pengusaha sawit besar 1-0,"ungkap Denny.
“Punya Presiden seperti Jokowi yang berpihak kepada rakyat adalah nikmat terbesar untuk Indonesia, terutama rakyat kecil,” pungkasnya. [rin]