Menurut Jonan, Presiden Prabowo juga tidak menyinggung pandangannya mengenai Whoosh, termasuk cara penyelesaian pembiayaan dan opsi perpanjangan tenor utang proyek tersebut.
“Saya kira kalau, saya nggak tahu ya, soal Whoosh sih beliau nggak tanya ke saya pandangannya apa segala, nggak, saya nggak komentar soal yang begituan, wong saya udah pensiun, nggak punya kewenangan kok, nggak, jangan, nggak boleh,” tuturnya.
Baca Juga:
Kereta Khusus Petani dan Pedagang: Bukti Komitmen Presiden Prabowo untuk Keadilan Ekonomi
Jonan menyebut Prabowo pasti memiliki pendekatan dan kebijakan sendiri terkait proyek strategis tersebut.
“Nggak ada sama sekali, saya pikir sih mestinya beliau kan pasti punya kebijakan sendiri ya mengenai ini, kan Whoosh-nya sendiri secara operasional bagus, kalau yang lain-lain ya mungkin tanya beliau sendiri deh,” ungkapnya.
Di sisi lain, proyek KCJB tengah menghadapi tekanan keuangan signifikan dengan KAI dan tiga BUMN lain menanggung porsi kerugian PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PT PSBI) yang pada 2024 rugi Rp 4,195 triliun atau sekitar Rp 11,493 miliar per hari.
Baca Juga:
Cerita Penumpang Bertemu Presiden Prabowo di KRL: Alhamdulillah, Sekarang Nyaman Sekali
Kerugian berlanjut pada semester I-2025 dengan PSBI mencatat rugi Rp 1,625 triliun.
Kontroversi proyek ini telah muncul sejak sebelum pembangunan dimulai, ketika Jonan menolak pendanaan APBN untuk proyek tersebut dan mempertahankan aturan konsesi sesuai Perpres 107/2015 dan UU Perkeretaapian, termasuk persoalan izin trase yang sempat tertunda karena perbedaan durasi konsesi yang kini bahkan menjadi 80 tahun.
Kala itu, Jonan menegaskan bahwa dirinya hanya menjalankan aturan dan menjaga koridor hukum meski menghadapi tekanan dari berbagai pihak terkait konsesi dan kemudahan bagi konsorsium proyek.