WahanaNews.co, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi ahli hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Dr. Ibnu Nugroho, dan Dr. Hendri Juliandri, ahli hukum tatanegara dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM ) dalam sidang lanjutan Perkara Pidana Nomor 484/Pid. B/2023/PN. Bks, dengan terdakwa H. Dani Bahdani, bertempat di Ruang Sidang Kartika I Lantai 2 Pengadilan Negeri Kota Bekasi Kelas 1A Khusus Jl. Pintu Air, Harapan Mulya, Kecamatan Medan Satria, Bekasi, Jawa Barat, Senin (27/5/2024).
Sidang yang digelar secara terbuka untuk umum, dipimpin oleh Majelis Hakim Basuki Wiyono, dengan Hakim Anggota 1 Sorta Ria Neva, Hakim Anggota 2 Joko Saptono, Panitera Pengganti Nining Anggraini K, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Danu Bagus Pratama, Hasbuddin B. Paseng, dan Pengacara tersangka diantaranya Jhon, Panggabean, Daance Yohanes, Togap L. Panggabean, Mangasi Ambarita, Ganti Lombantoruan.
Baca Juga:
Jaksa Tuntut Lepas Guru Supriyani dari Seluruh Dakwaan Kasus Kekerasan Anak
Pada persidangan ini, Majelis Hakim mendengarkan keterangan dari Prof. Dr. Ibnu Nugroho, (60 Th) yang menjelaskan esensi pasal 263 ayat 1 dan 2 tentang memberi keterangan palsu dari kategori ada dibuat tidak ada maupun tidak ada menjadi ada.
''Suatu tindak pidana pemalsuan yang membuat dan yang menggunakan harus bertanggung jawab, yang menggunakan harus tahu, dalam hal pertanggungjawaban harus ada unsur subjektif serta unsur objektif juga harus tahu. Dalam hukum pidana harus dibantu oleh ilmu Labfor atau Lidkrim untuk membantu pembuktian, siapa yang mengeluarkan dan siapa yang tanda tangan, harus identik tidak harus memakai pembanding," ungkapnya.
Sedangkan saksi ahli selanjutnya Dr. Hendri Juliandri, menerangkan bahwa dalam hukum administrasi negara menyatakan bahwa, konsep inti adalah kewenangan serta tidak melaksanakan putusan pengadilan termasuk maladministrasi.
Baca Juga:
Jessica Wongso Disebut Jaksa Manfaatkan Film Dokumenter Tarik Simpati Publik
"Kalau sudah ada putusan pengadilan tentang tidak berlakunya produk administrasi tidak perlu ada surat permohonan kepada lembaga yang mengeluarkan produk administrasi tersebut," tegasnya.
[Redaktur: Amanda Zubehor]