WahanaNews.co, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) mendalami pembelian rumah seharga Rp3,5 miliar oleh terdakwa kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan pencucian uang Rafael Alun Trisambodo di Jakarta Selatan pada 2004 lalu.
Materi itu ditanyakan Jaksa KPK lewat pihak swasta bernama Safitri yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (23/10/23).
Baca Juga:
Kasasi Rafael Alun Ditolak MA, Rumah di Simprug Tak Jadi Dirampas
"Tadi dijelaskan ada transaksi rumah. Masih ingat kapan? Tahun berapa?" tanya jaksa KPK.
Safitri diminta jaksa menjelaskan kronologi transaksi penjualan rumah kepada Rafael. Namun, dalam sidang ini, ia kebanyakan lupa hingga akhirnya jaksa KPK membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Safitri di tahap penyidikan.
"Karena Ibu lupa, izin Yang Mulia kami bacakan BAP saksi di nomor 7. Ini ditanyakan oleh penyidik jelaskan kronologis penjualan tanah dan bangunan yang ada di Jalan Mendawai I Nomor 92, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan," ujar jaksa KPK membacakan BAP Safitri.
Baca Juga:
Rafael Alun Eks Pejabat Ditjen Pajak Divonis 14 Tahun Penjara dan Denda Besar
"Ini saudara menjelaskan bahwa 'sekitar akhir tahun 2004 saya berencana menjual tanah dan bangunan di Jalan Mendawai tersebut karena saya batal untuk membuat butik di lokasi tersebut," sambung jaksa.
"Betul, karena memang sebelumnya butik, betul," jawab Safitri.
Sebelum dijual, sertifikat hak milik rumah sedang digadaikan di salah satu bank oleh Safitri. Rafael disebut menghubungi langsung Safitri terkait pembelian rumah dimaksud.
"Saya kemudian dihubungi langsung oleh laki-laki yang mengaku bernama Rafael Alun Trisambodo, menanyakan mengenai penjualan tanah dan bangunan tersebut'...," ucap Safitri dalam BAP yang dibacakan jaksa.
Safitri selanjutnya bertemu dengan Rafael untuk membahas penjualan rumah tersebut. Keduanya sepakat di kisaran harga Rp3,5 miliar.
"Kemudian saya setelah deal harga, saya menunjuk notaris yang akan mengurus akta jual beli, saya menunjuk notaris Agus Hasyim Ahmad," kata Safitri dalam BAP yang dibacakan jaksa.
Istri Rafael, Ernie Meike Torondek, disebut tidak terlibat dalam transaksi jual beli rumah tersebut. Safitri menambahkan pembayaran aset tersebut dilakukan dengan cara transfer.
"Menurut saya pembayaran dilakukan dengan cara transfer, karena saya tidak pernah menerima uang dalam bentuk tunai sebanyak itu," kata Safitri masih dalam BAP-nya yang dibacakan jaksa.
Selain Safitri, jaksa KPK memanggil enam orang lainnya untuk memberi keterangan sebagai saksi. Mereka atas nama Thio Ida, Lieke L Tukgali, Jinnawati, Arsin Lukman, Anak Agung Ngurah Mahendra, dan Bambang Sularso.
Dalam surat dakwaan jaksa KPK, Rafael disebut bersama-sama dengan Ernie Meike Torondek secara bertahap sejak tanggal 15 Mei 2002 sampai dengan bulan Maret 2013 telah menerima gratifikasi berupa uang seluruhnya sejumlah Rp16.644.806.137.
Penerimaan gratifikasi tersebut melalui PT ARME, PT Cubes Consulting, PT Cahaya Kalbar dan PT Krisna Bali International Cargo. Hal tersebut berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas Rafael.
Selain gratifikasi, Rafael bersama-sama Ernie juga didakwa melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam periode 2003-2010 sebesar Rp5.101.503.466 dan penerimaan lain sejumlah Rp31.727.322.416.
Berikutnya periode 2011-2023 sebesar Rp11.543.302.671 dan penerimaan lain berupa Sin$2.098.365 dan US$937.900 serta sejumlah Rp14.557.334.857.
Rafael menempatkan harta kekayaan yang patut diduga merupakan hasil tindak pidana ke dalam penyedia jasa keuangan. Ia juga membeli sejumlah aset berupa tanah dan bangunan, kendaraan roda dua dan empat, hingga perhiasan.
[Redaktur: Sandy]