WahanaNews.co |
Sejak pandemi Covid-19 melanda, angka pengangguran di Tanah Air terus melesat. Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran terbuka menembus angka 9,77
juta orang, pada pertengahan Agustus 2020.
Baca Juga:
Ketika Mimpi Bertemu Kenyataan: Tantangan Lulusan Baru Mencari Kerja
Jika dilihat, jumlah pengangguran nasional naik 2,67 juta
orang dari posisi Agustus 2019. Dengan angka tersebut, maka tingkat
pengangguran terbuka sebesar 7,07% atau meningkat dari sebelumnya 5,23%.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, peningkatan jumlah
pengangguran dikarenakan banyak masyarakat Indonesia yang terdampak COVID-19.
Mulai dari yang dirumahkan, pengurangan jam kerja, hingga benar-benar tidak
lagi bekerja.
"Karena COVID, pengangguran meningkat 2,67 juta orang
sehingga jumlah pengangguran 9,77 juta orang," kata Suhariyanto dalam
video conference, Kamis (5/11/2020).
Baca Juga:
Penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka di Jakarta Sebesar 0,32 Persen
Dia mengungkapkan, jumlah penduduk usia kerja Indonesia
adalah 203,97 juta orang atau meningkat 2,78 juta orang. Dari angka tersebut,
138,22 juta orang merupakan angkatan kerja dan yang bukan angkatan kerja ada
65,75 juta orang atau naik 0,42 juta orang.
Dari jumlah angkatan kerja yang sebanyak 138,22 juta orang,
pengangguran tercatat sebanyak 9,77 juta orang, sementara yang bekerja sebanyak
128,45 juta orang atau turun 0,31 juta orang.
Jika dirinci lebih dalam, dari jumlah orang yang bekerja,
sebanyak 82,02 juta orang merupakan pekerja penuh. Angka ini turun 9,46 juta
orang. Lalu pekerja paruh waktu berjumlah 33,34 juta orang atau naik 4,32 juta
orang. Sedangkan setengah penganggur berjumlah 13,09 juta orang atau naik 4,83
juta orang.
Khusus jumlah pekerja yang terdampak COVID-19, Suhariyanto
mengatakan totalnya sebanyak 29,12 juta orang. Rinciannya 2,56 juta orang
merupakan pengangguran karena COVID-19, 0,76 juta orang bukan angkatan kerja
karena COVID-19, 1,77 juta orang sementara tidak bekerja karena COVID-19, dan
24,03 juta orang merupakan bekerja dengan pengurangan jam kerja atau shorter
hours karena COVID-19.
Dari jumlah pengangguran ini, paling banyak berasal dari
lulusan atau tamatan sekolah menengah kejuruan (SMK).
Dilihat secara rinci, TPT dari lulusan SMK sebesar 13,55%,
sementara yang paling rendah merupakan lulusan sekolah dasar (SD) yaitu 3,61%.
Sedangkan sisanya seperti sekolah menengah pertama (SMP) sebesar 6,46%, sekolah
menengah atas (SMA) sebesar 9,86%. Lalu untuk lulusan diploma I-III sebesar
8,08% dan untuk lulusan universitas atau strata 1 sebesar 7,35%.
Jika dilihat dari menurut tempat tinggal, pengangguran
terbuka di perkotaan meningkat 8,98% dan perdesaan naik 4,71%. Sedangkan
menurut jenis kelamin, TPT laki-laki sebesar 7,46% atau lebih tinggi
dibandingkan TPT perempuan yang sebesar 6,46%. Dibandingkan Agustus 2019, TPT
laki-laki naik 2,13% dan perempuan naik sebesar 1,24%.
Selanjutnya pengangguran terbuka jika dilihat menurut
kelompok umur, pria yang akrab disapa Kecuk ini mengatakan penduduk kelompok
usia muda dari 12-24 tahun merupakan yang paling tinggi yaitu mencapai 20,46%.
Sementara kelompok usia tua yaitu 60 tahun ke atas merupakan yang paling rendah
yaitu 1,70%. Sementara TPT kelompok usia 25-59 tahun meningkat 5,04%.
BPS mencatat TPT menurut provinsi paling banyak di DKI
Jakarta. Daerah yang dipimpin Anies Baswedan ini tingkat penganggurannya
mencapai 10,95% pada Agustus 2020 atau di atas rata-rata nasional yang di level
7,07%.
Selain DKI Jakarta, BPS juga mencatat lima provinsi lainnya
yang tingkap pengangguran terbukanya melewati rata-rata nasional. Yaitu,
Banten, Jawa Barat, Kepulauan Riau, Maluku, dan Sulawesi Utara.
Tingkat pengangguran di Banten menjadi tertinggi kedua
dengan 10,64%, disusul oleh Jawa Barat sebesar 10,46%, lalu Kepulauan Riau
sebesar 10,34% lalu Maluku sebesar 7,57%, dan Sulawesi Utara sebesar 7,37%.
"Kita sadar bahwa dampak COVID menghantam keras sektor
pariwisata dan di bali peran pariwisata besar, juga DKI, Banten, Jawa Barat,
Kepulauan Riau naik tingkat penganggurannya," ujar dia.
Sementara provinsi yang TPT paling rendah, dikatakan
Suhariyanto adalah Sulawesi Barat yaitu sebesar 3,32%. [dhn]