WAHANANEWS.CO, Jakarta - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Yandri Soesanto mengungkapkan bahwa kepedulian desa terhadap persoalan stunting di Indonesia masih tergolong rendah.
Berdasarkan data terkini, baru sekitar 26 persen desa yang aktif dan memiliki perhatian serius terhadap penanganan stunting.
Baca Juga:
Perebutan Kursi Senayan di Jawa Timur: Pertarungan Sengit Antara Petahana dan Pendatang Baru
Padahal, menurut data tahun 2024, prevalensi stunting di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu mencapai 19,8 persen atau setara dengan 4,5 juta anak.
Kondisi ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi seluruh pihak, terutama pemerintah desa yang memiliki peran strategis dalam menurunkan angka tersebut.
"Makanya, ini jadi PR kita semua karena kalau stunting ini kita gerakan dan fokuskan dari desa. Maka angka stunting itu bisa diturunkan mungkin bisa dibawah 10 persen," ujar Mendes Yandri di Tangerang, Kamis (9/10/2025).
Baca Juga:
Mendes PDTT Tinjau Desa di Pulau Terluar Aceh Besar
Sebagai langkah konkret, Yandri meminta seluruh kepala desa di Indonesia untuk memanfaatkan dana desa dalam upaya pencegahan dan penanganan stunting.
Ia menegaskan bahwa dana desa memang dirancang untuk menjawab berbagai permasalahan yang ada di tingkat lokal, termasuk isu kesehatan dan gizi masyarakat.
Menurut Yandri, arahan tersebut telah diatur secara jelas dalam Peraturan Menteri Desa (Permendes) Nomor 2 Tahun 2024, yang menjadi pedoman penggunaan dana desa pada tahun 2025.
"Regulasi itu mengatur fokus dana desa untuk ketahanan pangan 20 persen, untuk kemiskinan ekstrem 15 persen. Untuk yang lain kami atur, juga termasuk stunting," ucapnya.
Namun, ia menjelaskan bahwa dalam Permendes tersebut tidak disebutkan secara spesifik besaran alokasi dana desa yang wajib digunakan untuk program penanganan stunting.
Hal itu, katanya, perlu disesuaikan dengan kondisi dan tingkat kasus di masing-masing desa.
"Jadi kami cantumkan disesuaikan dengan masing-masing desanya. Karena, kalau desa mandiri sudah tidak ada kasus stunting," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Daerah Tertinggal Kemendes PDTT, Agustomi Masik, menegaskan bahwa dana desa memang bisa digunakan untuk mendukung program pencegahan stunting secara menyeluruh.
"Masalah stunting ini dimasukkan secara khusus di dalam Permendes tentang Fokus Penggunaan Dana Desa," kata Agustomi.
Ia menambahkan, persoalan stunting tidak hanya berkaitan dengan aspek kesehatan, tetapi juga memiliki keterkaitan erat dengan ekonomi, kesejahteraan, serta pola hidup masyarakat desa.
Karena itu, pemanfaatan dana desa diharapkan bisa dilakukan secara konvergen, melibatkan berbagai sektor yang saling mendukung.
“Menurut kami, ketika membangun desa itu harus konvergensi, kita membangun desa itu tidak sektoral, tidak hanya persoalan stunting. Tetapi semua persoalan dalam kehidupan masyarakat desa itu perlu kita susun keterpaduannya secara konvergensi,” ucapnya.
Melalui pendekatan terpadu ini, pemerintah berharap desa mampu menjadi ujung tombak dalam mempercepat penurunan angka stunting secara berkelanjutan, sekaligus meningkatkan kualitas hidup masyarakat dari segi kesehatan, gizi, dan ekonomi.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]