WahanaNews.co | Kudeta militer dan aksi protes yang meluas di Myanmar memicu
kekhawatiran warga Indonesia (WNI) yang berada di sana.
Duta Besar Indonesia untuk Myanmar, Iza Fadri, mengatakan, pihaknya
akan memfasilitas WNI yang berencana pulang di tengah kondisi yang kian
memanas.
Baca Juga:
Bertahan di Rakhine, Etnis Rohingya Seolah Hidup Tanpa Harapan
Iza mengatakan pihak kedutaan akan
mengupayakan fasilitas pesawat bagi WNI yang berencana pulang ke Indonesia.
"Kita juga mengimbau kepada
mereka untuk mencermati situasi dan kalau memang ingin kembali [pulang],
pesawat masih ada. Jadi kita mengupayakan bagi mereka yang ingin kembali,"
kata Iza ketika dihubungi wartawan, Senin (15/2/2021).
Iza tak menampik jika aksi demo yang
kian meluas di Myanmar bisa menjadi ancaman bagi WNI di sana.
Baca Juga:
Aung San Suu Kyi Divonis 6 Tahun Penjara
Untuk itu, ia menyarankan agar WNI
yang terdampak kudeta untuk mengevakuasi diri kembali ke Indonesia.
"Kalau mereka (WNI) tidak bekerja
lagi atau perusahaannya tidak ada aktivitas, dan kita ngga tahu bagaimana
ekonominya dan mereka mengevaluasi dirinya untuk pulang ke Indonesia, kalau itu
terjadi ke mereka," tambahnya.
Iza mengimbau WNI di Myanmar untuk
tetap tenang, tidak terlibat dalam aksi protes, mematuhi aturan yang berlaku,
dan mencermati situasi serta berkomunikasi dengan pihak KBRI.
"Saya meminta mereka melakukan
kluster-kluster yang terkomunikasi secara paralel ke KBRI dan itu sudah
dilakukan dan contoh saat ini kita sudah mendata seluruh WNI dengan
klaster-klasternya," katanya.
Kendati demikian, Iza mengatakan jika
saat ini aksi protes anti-kudeta sudah mulai mereda.
Akses internet yang sempat diblokir
pun berangsur-ungsur mulai pulih, kendati masih ada gangguan.
Kudeta militer terhadap pemerintah sipil
telah terjadi sejak 1 Februari lalu.
Pemblokiran akses internet terjadi
setelah aksi protes yang diikuti berbagai lapisan masyarakat menentang kudeta
terjadi di sejumlah kota di Myanmar.
Pemimpin de facto, Aung San Suu Kyi, dan Presiden Win Myint, ditangkap dalam kudeta militer Tatmadaw yang dipimpin Jenderal
Min Aung Hlaing.
Tatmadaw berdalih kudeta dilakukan
untuk menjaga amanat Undang-Undang Dasar 2008 dan sengketa hasil
pemilihan umum.
Selain menangkap Suu Kyi dan Win
Myint, Tatmadaw juga turut menangkap sejumlah politikus dari partai berkuasa,
Partai NLD.
Kepolisian Nasional Myanmar menjerat
Suu Kyi dengan kepemilikan enam walkie-talkie yang diimpor secara ilegal.
Sedangkan Myint dituduh melanggar
protokol kesehatan Covid-19 dan aturan kampanye.
Militer menuduh ada indikasi
kecurangan sehingga Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) memenangi
pemilihan umum.
Pada pemilu yang dimenangkan Suu Kyi
disebut terdapat setidaknya 8 juta pemilih palsu. [dhn]