WahanaNews.co, Jakarta – Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menyampaikan, skema perhitungan PPh 21 dengan menggunakan tarif efektif rata-rata tidak akan memberikan beban pajak yang berbeda pada wajib pajak.
Skema perhitungan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 dengan menggunakan tarif efektif rata-rata yang mulai berlaku pada 1 Januari 2024 menuai perdebatan. Pasalnya aturan tersebut dikhawatirkan akan membebani pembayar pajak.
Baca Juga:
DJP Sebut 74,6 Juta Warga Sudah Lakukan Pemadanan NIK-NPWP, Sisa 670 Ribu
“Hal ini karena sebenarnya (kebijakan ini) tidak memperkenalkan tarif pajak baru,” tutur Yon, mengutip Kontan.co.id, Senin (15/1/2024).
Yon menjelaskan, skema ini justru tujuannya adalah untuk memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam melakukan pemotongan perhitungan dan pemotongan PPh.
Untuk diketahui, aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 serta aturan pelaksanaannya dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023.
Baca Juga:
Penerimaan PBB-P2a Kabupaten Deli Serdang Melonjak, Pj Bupati Berikan Penghargaan kepada Wajib Pajak
Penggunaan tarif efektif PPh 21 bagi pegawai tetap hanya digunakan dalam melakukan penghitungan PPh Pasal 21 untuk masa pajak Januari-November dengan hanya mengalikan penghasilan bruto sebulan dengan tarif efektif bulanan.
Nah, pada masa Desember akan dilakukan perhitungan yang sama dengan sebelumnya atau tetap menggunakan tarif Pasal 17 huruf a UU PPh.
Namun, tarif efektif ini banyak didebatkan wajib pajak khususnya bagi perusahaan sebagai pemotong pajak, lantaran dengan menggunakan tarif efektif ini ada kemungkinan besaran pajak yang dibayarkan selama Januari-November akan terjadi kurang bayar atau lebih bayar tergantung dari besaran penghasilan yang diterima.