WahanaNews.co | Ketua Umum Relawan Jokowi (ReJo), HM
Darmizal, merespons terkait Indonesia dihebohkan dengan pemberitaan 75
pegawai KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Menurutnya, yang tidak lolos itu termasuk penyidik senior paling populer, Novel
Baswedan, dan Sujanarko, Direktur KPK yang pernah mendapat predikat pegawai
berprestasi.
Baca Juga:
ReJO Minta Stop Goreng Isu Pesawat Pribadi Kaesang Saat ke AS
"Sejumlah tokoh nasional,
termasuk dari Muhammadiyah, angkat bicara. Ada yang menuding
bahwa tidak lolosnya Novel Baswedan dan lainnya karena ada dendam pribadi
Pimpinan KPK. Bahkan, ada pula yang menuding Presiden Jokowi
terlibat. Yang paling anyar, ada yang menyebut KPK tamat di tangan Presiden Jokowi," kata
Darmizal, Senin (17/5/2021).
Darmizal menegaskan, tudingan miring
itu muncul setelah 75 pegawai KPK dinyatakan tidak lolos tes TWK untuk jadi ASN.
Kendati begitu, andai saja mereka
lolos, maka tudingan itu tak akan pernah ada.
Baca Juga:
Murka di Hadapan Rocky Gerung, Inilah Profil Silfester Matutina
Menurut Darmizal, sesungguhnya tes TWK
KPK telah melibatkan berbagai elemen nasional, termasuk lembaga kepegawaian
nasional.
Tes dilakukan secara transparan,
akuntabel, terukur, dan berlaku umum.
Dalam hal ini, KPK diyakini memiliki
standar ukur sendiri yang tidak boleh diintervensi oleh siapa pun pihak luar.
"Prosesnya pastilah legal, telah
sesuai aturan main yang berlaku dalam perekrutan pegawai menjadi ASN. Soal
peserta tesnya berprestasi, senior, punya rekam jejak cemerlang, tak bisa jadi
jaminan lulus tes jadi pegawai atau ASN. Ini sudah jadi warisan sengkarut
panjang nasional sejak dulu, dari masa ke masa. Satu kenyataan
yang sulit untuk bisa dipungkiri," tuturnya.
Contoh lain, lanjut
Darmizal, bisa dilihat pada saat tes masuk perguruan tinggi.
Meski juara umum di sekolah, nilai
ujian nasional tinggi, ternyata tidak jaminan untuk lulus tes.
Bahkan, tak jarang yang lulus itu adalah yang prestasinya biasa-biasa
saja di sekolah.
"Puluhan ribu orang yang ikut tes
pegawai sebuah kementerian, misalnya. Walaupun memiliki rekam
jejak hebat, IPK tinggi, belum tentu lulus tes masuk pegawai. Kadang yang lulus
tes itu secara akademis biasa-biasa saja," sambung Darmizal.
Karena itulah, Darmizal juga
mengatakan, rasanya sistem tes secara nasional, khususnya untuk pegawai atau
ASN, memang perlu untuk dievaluasi dan perlu dikaji ulang.
Sistem perekrutan seperti apa yang
paling sesuai untuk pegawai atau ASN.
Apakah tes yang cocok itu berbasis
teori atau berbasis kompetensi?
Atau, apakah
implementasinya seragam atau berbeda-beda di setiap lembaga, sesuai kebutuhan.
"Inilah yang perlu dievaluasi
menyeluruh secara nasional oleh lembaga terkait dengan penyaringan pegawai atau
ASN," ungkap politikus Partai Demokrat yang bergabung dalam kepengurusan
partai hasil KLB pimpinan Moeldoko itu.
Sehingga, kata dia,
nantinya ketika mereka yang merasa pintar atau yang terlihat berprestasi,
kemudian gagal tes, lalu ramai-ramai menyalahkan orang lain.
"Menyalahkan pimpinan lembaganya,
menyalahkan siapa saja yang tidak disenangi, menyalahkan pimpinan KPK yang masa
baktinya sangat terbatas. Bahkan, kembali menyalahkan
Presiden yang tidak ada kaitannya dengan proses rekrutmen tersebut, dan lain lain," pungkas dia. [qnt]