WahanaNews.co | Ketua Komisi III DPR, Herman
Hery, menilai, Surat Edaran Kapolri yang mengatur penanganan kasus Undang-Undang Informasi
dan Transaksi Elektronik (UU ITE) merupakan sebuah terobosan progresif.
"Tentunya
ini merupakan terobosan progresif yang dilakukan Kapolri untuk menjawab
permasalahan penerapan UU ITE yang belakangan menjadi perhatian masyarakat dan
Presiden," kata Herman, saat dihubungi wartawan, Selasa (23/2/2021).
Baca Juga:
Revisi UU ITE Jilid II Resmi Berlaku, Jokowi Teken pada 2 Januari 2024
Herman
mengatakan, penerbitan surat edaran itu juga sesuai dengan masukan yang
disampaikan oleh Komisi III melalui media massa maupun secara langsung kepada
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.
Politikus
PDI Perjuangan itu berharap agar surat edaran itu segera ditindaklanjuti oleh
seluruh penyidik Polri di lapangan.
Ia
menilai, semangat penerbitan surat edaran itu untuk mendorong agar penyidik
tidak hanya melakukan pendekatan positivistik-legalistrik dalam menerapkan
pasal-pasal di UU ITE.
Baca Juga:
DPR Ketok Palu Revisi UU ITE, Simak Poin Perubahannya
"Tapi
juga mengedepankan pendekatan restorative justice, yaitu mengedepankan mediasi
agar terciptanya keadilan bagi para pihak," ujar dia.
Kendati
demikian, Herman menambahkan, terbitnya surat edaran itu belum tentu akan
mengatasi persoalan UU ITE karena penegakan hukum juga melibatkan institusi
lain, seperti kejaksaan dan peradilan.
Oleh
karena itu, ia berharap, aparat penegak hukum lainnya juga dapat melakukan
terobosan progresif serupa dalam penerapan UU ITE.
"Sambil
kita bersama-sama menunggu proses politik terkait wacana revisi UU ITE yang
saat ini pemerintah sedang kaji dengan membuat Tim Pengkaji UU ITE," kata
Herman.
Diberitakan
sebelumnya, Listyo menerbitkan SE/2/II/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika
untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif
tertanggal 19 Februari 2021, yang berisi 11 pedoman bagi anggota Polri dalam menangani
perkara UU ITE.
Beberapa
ketentuan yang diminta untuk dipedomani, antara lain, tersangka yang
meminta maaf tidak ditahan, hukum pidana dijadikan upaya terakhir dalam
penegakan hukum dan mengedepankan restorative
justice, serta penyidik harus dapat membedakan antara kritik, masukan,
hoaks, dan pencemaran nama baik saat menerima laporan dari masyarakat. [dhn]