WahanaNews.co | Wakil Ketua Komisi IV DPR Anggia Erma Rini mendorong transparansi dana sawit yang ada di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), terlebih nilanya bisa mencapai ratusan triliun.
Hal ini disampaikan Anggia dalam diskusi Dialektika Demokrasi bersama Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) di gedung DPR, kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (25/5/2022).
Baca Juga:
DJP Kalbar Fokus Maksimalkan Penerimaan Pajak Sektor Perkebunan untuk Meningkatkan Pendapatan Negara
“Sebenarnya, intinya jangan ada dusta di antara kita,” kata Anggia.
Anggia menuturkan sejauh ini rapat-rapat di Komisi IV dengan BPDPKS tidak cukup mendapatkan sejumlah informasi yang dibutuhkan dewan, khususnya terkait anggaran ini. Dia mengatakan banyak pertanyaan DPR tidak mendapatkan jawaban dari BPDPKS.
“Kebetulan saya ketua Panja Kelapa Sawit saat ini. Dua kali kita undang BPDPKS dan banyak hal yang kita enggak dapat jawaban. Mentok,” tandas Legislator Fraksi PKB dari Daerah Pemilhan (Dapil) Jawa Timur VI itu.
Baca Juga:
Kemendag Rilis Harga Referensi CPO dan Biji Kakao Per November 2024
Menurutnya, dalam rapat dengan DPR, pihak BPDPKS cenderung ‘membeo’ kepada komite pengarah. “Kita, ya memang hanya melakukan ini aja. Sesuai dengan instruksi dari komite pengarah,” ungkap Anggia menggambarkan respons BPDPKS dalam rapat dengan DPR.
Anggia mengatakan penggunaan dana sawit di BPDPKS sejauh ini tidak cukup proporsional. Padahal, katanya, sudah banyak catatan dan masukan ke BPDPKS agar membuat kebijakan lebih layak.
Selain itu, Anggia menyatakan jika persoalan data jelas dan transparan, maka subsidi minyak goreng dari dana BPDPKS sebagai langkah jangka pendek membantu masyarakat, seharusnya tidak menjadi masalah. Karena itu, kata dia, pembentukan pansus BPDPKS bisa menjadi opsi untuk pembenahan.
“Karena selama ini belum ada tanda-tanda pengunaan dana di BPDPKS ini bisa terbuka, ada transparansi, lalu kita tahu, runutannya seperti apa? Anggarannya dari mana? Alokasinya bagaimana?” ujarnya.
Turut hadir sebagai pembicara dalam diskusi tersebut, Anggota Komisi VI DPR Fraksi Partai Nasdem Rudi Hartono Bangun, Anggota Komisi IV Fraksi PDIP Riezky Aprilia dan Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah.
Diketahui, pemerintah sempat menjalankan program subsidi harga minyak goreng curah menyusul sempat langka dan mahalnya harga minyak goreng. Subsidi harga minyak goreng curah bersumber dari dana BPDPKS yang diumumkan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pada 17 Maret 2022 sebesar Rp 7,28 triliun. Menurut data Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) angka itu sempat dikabarkan meningkat jadi Rp 13 triliunan.
Dana sawit di BPDPKS medio 2015-2021 dikabarkan mencapai Rp 137,238 triliun, di mana dari jumlah tersebut sebanyak 80,16 persen di antaranya disalurkan untuk biodiesel dan ada 4,8 persen untuk peremajaan sawit rakyat.
Situs resmi badan ini menyebut bertugas untuk melaksanakan pengelolaan dana perkebunan kelapa sawit sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan komite pengarah. Persoalan minyak goreng juga telah menjadi perhatian pencegah hukum.
Kejaksaan Agung telah menetapkan beberapa tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO). CPO, dikenal sebagai bahan baku untuk minyak goreng. Seiring waktu, desakan agar Kejagung juga memeriksa BPDPKS dalam kasus minyak goreng pun bermunculan. [rin]