WahanaNews.co | Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Mukhamad Misbakhun,
mengkritisi rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada tahun
2022.
Misbakhun, di Jakarta, Rabu (12/5/2021), mengaku terkejut dengan rencana Kementerian Keuangan (Kemenkeu)
menaikkan tarif PPN.
Baca Juga:
Kinerja Pendapatan Negara Tahun 2024 Masih Terkendali, Menkeu: Ada Kenaikan Dibanding Tahun 2023
"Saya agak surprised perihal rencana kenaikan tarif PPN yang sedang
diwacanakan oleh Kementerian Keuangan," ujar Misbakhun.
Anggota Komisi XI DPR RI ini
mengatakan, Kemenkeu dalam rapat-rapat dengan DPR pada masa sidang lalu tidak
pernah menyampaikan rencana soal itu.
"Rencana tersebut belum pernah
dibicarakan dengan DPR, khususnya Komisi XI, tetapi kenapa
sudah disosialisasikan ke masyarakat lewat pemberitaan?" tuturnya.
Baca Juga:
Hadiri Rakornas Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Tahun 2024, Menkeu: Awal Sinergi yang Baik
Mantan pegawai Direktorat Jendera
Pajak (DJP) itu juga bertanya-tanya, apakah rencana Kemenkeu tersebut
sudah dibahas di tingkat pemerintah.
Menurut Misbakhun, situasi
perekonomian tahun depan masih terbebani efek pandemi Covid-19.
"Apakah sudah disepakati lewat
mekanisme rapat tingkat menteri koordinator ataupun rapat kabinet? Apakah
Presiden Jokowi juga sudah tahu?" tutur Misbakhun.
Wakil rakyat asal Pasuruan, Jawa Timur, itu menyatakan, selama ini Kementerian Koordinator
Perekonomian mengarahkan kebijakan perpajakan untuk memberi insentif.
Misbakhun menyebut, perekonomian nasional masih tumbuh negatif, meski sudah ada
tanda-tanda perbaikan.
Oleh karena itu, Misbakhun menduga, wacana tentang kenaikan tarif PPN
yang dilontarkan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, tersebut belum dibahas secara solid di tingkat pemerintah.
"Kalau tahapan di sisi internal
pemerintah belum selesai sampai pada tingkat rapat paripurna kabinet tetapi
rencana kenaikan tarif PPN sudah dilakukan sosialisasi ke media, dalam
pandangan saya ini menjadi awal komunikasi yang kurang bagus di publik,"
ulasnya.
Menurut Misbakhun, bisa saja wacana
itu sudah dibahas di tingkat Kemenkeu.
Namun, dia menyebut, kebijakan itu tidak cukup diputuskan Kemenkeu.
"Pemerintah kan bukan cuma Kemenkeu ketika merumuskan hal serius dan berdampak
besar seperti ini," tegasnya.
Misbakhun juga mengkritisi pernyataan
Sri Mulyani tentang kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 15 persen untuk
menutupi defisit APBN.
Politikus yang dikenal getol membela
kebijakan Presiden Jokowi itu menyebut, Sri Mulyani tak kreatif mencari
potensi pemasukan negara.
"Cara yang sama pernah diambil
pada zaman penjajahan Belanda ketika kompeni menaikkan pajak karena kekurangan
uang untuk membiaya operasional pemerintahan di daerah jajahannya. Kenapa cara
kompeni ini dijadikan referensi dan mau ditiru oleh Menkeu Sri Mulyani?"
kata Misbakhun.
Dia pun mengingatkan Sri Mulyani bahwa
Menteri merupakan pembantu Presiden
dan harus menyukseskan program dan keinginan Presiden.
"Banyak cara yang bisa dilakukan
selain menaikkan tarif PPN. Sudah seharusnya Bu Menkeu serius dalam membantu
Presiden Jokowi menyiapkan legacy kepemimpinan
yang sukses, dikenang rakyat, terutama keberhasilan pemerintah dalam menangani
pandemi," katanya. [dhn]