Ia menegaskan, SOP dan SLHS adalah prasyarat operasional yang wajib dimiliki seluruh SPPG di Indonesia.
Berdasarkan hasil koordinasi KSP dengan kementerian terkait, sebenarnya sudah ada regulasi yang diterbitkan oleh Badan Gizi Nasional (BGN) dengan dukungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Baca Juga:
Waspada Telur Fertil: Mudah Busuk dan Tidak Layak Konsumsi
Namun, menurut Qodari, aspek pengawasan dan kepatuhan masih menjadi pekerjaan rumah terbesar.
“Bahwa dari sisi regulasi dan aturan telah diterbitkan oleh BGN dan dibantu oleh BPOM, PR-nya adalah sisi aktivasi dan pengawasan kepatuhan,” katanya.
Ia menekankan perlunya langkah cepat dan tegas agar kasus keracunan pangan dalam program MBG tidak terus berulang.
Baca Juga:
Darurat Sampah, MARTABAT Prabowo-Gibran Imbau Pemerintah Intens Sosialisasikan Bahaya Mikroplastik pada 8 Makanan
“Bahwa masalah yang sama dicatat oleh 3 lembaga (Kemenkes, BGN, dan BPOM). Bahkan oleh BGN sendiri, angkanya secara statistik itu sebetulnya sinkron sama-sama di sekitar angka 5.000. Perbedaan angka antar lembaga jangan dibaca sebagai kontradiksi. Justru ini menunjukkan konsistensi bahwa masalah tersebut nyata dan butuh penanganan segera,” jelasnya.
Qodari mengungkapkan, kasus keracunan umumnya disebabkan rendahnya higienitas makanan, suhu yang tidak sesuai standar, kesalahan pengolahan, kontaminasi silang dari petugas, hingga alergi penerima manfaat.
Ia memastikan, pemerintah tidak tinggal diam menghadapi masalah serius ini.