WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kepala Staf Presiden (KSP) M Qodari membeberkan fakta mengejutkan tentang program Makan Bergizi Gratis (MBG), di mana lebih dari 5.000 siswa tercatat menjadi korban keracunan massal di berbagai daerah.
Qodari mengungkapkan, data dari Badan Gizi Nasional (BGN), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menunjukkan angka keracunan yang tinggi dengan pola kejadian berulang.
Baca Juga:
Sepulang dari AS, Prabowo Siap Kumpulkan Mitra Dapur MBG untuk Arahan Khusus
“(Data) dari Kemenkes, 60 kasus dengan 5.207 penderita, data 16 September. Kemudian BPOM, 55 kasus dengan 5.320 penderita, data per 10 September 2025,” ujar Qodari di Istana, Jakarta, Senin (22/9/2025).
Ia menegaskan bahwa Jawa Barat menjadi provinsi dengan catatan kasus paling banyak, dengan lonjakan tertinggi terjadi pada Agustus 2025.
“Puncak kejadian tertinggi pada bulan Agustus 2025 dengan sebaran terbanyak di Provinsi Jawa Barat,” kata Qodari.
Baca Juga:
Geger MBG di Batam, Ditemukan Jangkrik hingga Ulat di Piring Siswa
Menurutnya, ada empat indikator utama penyebab keracunan dalam program MBG, yakni higienitas makanan yang buruk, suhu dan pengolahan pangan yang tidak sesuai, kontaminasi silang dari petugas, serta adanya alergi pada sebagian penerima manfaat.
Qodari menyarankan agar kasus-kasus tersebut bisa ditekan melalui kewajiban setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk memiliki sertifikasi laik dari Kemenkes.
“Jadi singkatnya, SPPG itu harus punya SLHS dari Kemenkes sebagai upaya mitigasi dan pencegahan keracunan pada program MBG,” imbuh Qodari.
Sebelumnya pada Senin (22/9/2025), Ketua DPR RI Puan Maharani mengingatkan pemerintah agar segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program MBG setelah muncul gelombang kasus keracunan di sejumlah daerah.
“Ya harus selalu dilakukan evaluasi untuk bisa ditindaklanjuti, agar pelaksanaannya di lapangan bisa menjadi lebih baik. Jangan sampai kemudian anak-anak yang kemudian dirugikan,” ujar Puan di Gedung DPR RI.
Ia menilai pelaksanaan MBG yang masif memang penuh tantangan, sehingga pemerintah harus rutin melakukan evaluasi demi perbaikan sistem.
“Jadi memang tidak mudah untuk melaksanakan hal tersebut, karenanya memang pihak-pihak yang terkait harus bisa melakukan evaluasi total,” kata politikus PDI-P itu.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]