WahanaNews.co | Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menolak privilese mengelola tambang yang diberikan Presiden Joko Widodo kepada ormas keagamaan.
Sekretaris Komisi Keadilan dan Perdamaian, Migrant, dan Perantau serta Keutuhan Ciptaan KWI Marthen Jenarut mengatakan gereja Katolik selalu mendorong tata kelola pembangunan sesuai prinsip berkelanjutan.
Baca Juga:
Tiba di Indonesia, Paus Fransiskus Disambut Menteri Agama, Kardinal dan Ketua KWI
"Di mana pertumbuhan ekonomi tidak boleh mengorbankan hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup. Karena itu, KWI sepertinya tidak berminat untuk mengambil tawaran tersebut," kata Marthen melalui keterangan tertulis, Rabu (5/6) lalu.
Marthen mengatakan KWI berdiri pada 1927 sebagai lembaga keagamaan. Peran KWI hanya berkaitan dengan tugas-tugas kerasulan diakonia (pelayanan), kerygma (pewartaan), liturgi (ibadat), martyria (semangat kenabian).
Dengan begitu, KWI akan tetap konsisten sebagai lembaga keagamaan yang melakukan pewartaan dan pelayanan. Mereka ingin mewujudkan tata kehidupan bersama yang bermartabat.
Baca Juga:
Pemprov Jambi Tegaskan Pelarangan Mobilitas Truk Batubara, Pelanggar Akan Ditindak
"KWI selalu memegang prinsip kehati-hatian agar segala tindakan dan keputusan yang diambil tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pelayanan Gereja Katolik yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, keadilan solidaritas, subsidiaritas, kesejahteraan umum/kebaikan bersama serta menjaga keutuhan ciptaan alam semesta," ucap Marthen dikutip dari CNNIndonesia.
Marthen mengatakan Gereja Katolik tidak mengenal ormas-ormas keagamaan. KWI pun tidak membawahi ormas keagamaan Katolik mana pun.
Dia berkata memang ada ormas keagamaan yang dibentuk masyarakat atas nama Katolik. Dia berharap ormas-ormas itu tetap menjalankan ajaran Katolik.
"Gereja katolik sangat mengharapkan supaya ormas-ormas dengan nama Katolik untuk taat terhadap prinsip spiritualitas dan ajaran sosial Gereja Katolik dalam setiap tindakannya," ucapnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi memperbolehkan ormas keagamaan mengelola tambang. Hal itu dituang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024.
Peraturan itu memberi prioritas kepada ormas keagamaan untuk memiliki wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK).
Menanggapi hal ini, Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia buka suara.
Bahlil mempersilakan jika ada ormas yang menolak mengelola tambang. Menurutnya pemerintah hanya memberi bagi yang membutuhkan.
"Sudah barang tentu ada yang menolak. Apa boleh buat, berarti tidak membutuhkan. Kita memberikan ke yang membutuhkan dengan syarat-syarat ketat, untuk digunakan untuk mengurus umat," kata Bahlil dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Investasi/BKPM, Jakarta Selatan, Jumat (7/6/2024).
Sebelumya, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menyatakan tidak akan mengajukan izin kelola tambang. Ketua KWI dan Uskup Agung Jakarta Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo menyebutkan hal itu bukan menjadi wilayahnya.
"Saya tidak tahu kalau ormas-ormas yang lain ya, tetapi di KWI tidak akan menggunakan kesempatan itu karena bukan wilayah kami untuk mencari tambang dan lainnya," ungkapnya.
[Redaktur: Zahara Sitio]